Psychological, Romance, Thriller

Jiyoung – Chapter 05

Title: Jiyoung
Author: Fanneey and Fadhilah
Genre: Thriller, Psycological, Romance
Rating: PG – NC+17
Length: Chaptered
Language: Indonesian
Pairing: Crack
Cast(s): Choi Sooyoung [SNSD], Yoon Doojoon [BEAST], Bae Suzy [Miss A], Kang Jiyoung [KARA], Min Yoonki [BTS], Park Jimin [BTS], Kim Taehyung [BTS].
Summary: Choi Sooyoung mengakhiri masa mengajarnya dengan menyelidiki fakta kematian para siswi yang mengerikan.
Warning: Full of typos, death characters, NO CHILDREN ALLOWED!

Jiyoung-poster

***

Chapter Five – Titisan Satan

“Dimana Son Naeun?” Park Jimin mendatangi sebuah kelas dan menanyai ke dalam. Sontak murid-murid langsung berlari berjauhan. Gosip tentang ‘mereka’ yang membunuh Choi Sulli sungguh sangat logis. Sementara Son Naeun yang dicari-cari menjorokkan tubuhnya di sudut kelas.

“Dia di sana,” bisik Kim Taehyung yang datang bersamanya, dan Jimin pun mendekatinya.

“Kau,” desis Jimin tepat di samping telinga Naeun. “Beraninya kau menyebarkan berita ‘itu’. Kau akan mati.”

Wajah Naeun pucat pasi kala mendengarnya. Ia ketakutan dan tubuhnya gemetar hebat. “Bu-bukan aku, Sunbae…”

“DIAM!” teriak Jimin kesetanan. “Memangnya siapa lagi di tempat itu yang memergoki kami selain kau?”

“Hiks…” Naeun menangis, sebelum Jimin menampar keras wajahnya, lalu menyiramnya dengan cairan merah dan amis. Siswi Naeun mengira itu darah karena baunya begitu menyengat penciuman.

Sebelum Taehyung dan Jimin meninggalkan kelas itu, Jimin sedikit melirik kembali ke dalam kelas, terlihat murid-murid mengerubungi Naeun dengan prihatin. Jimin mendecih.

Makanya, jangan cari gara-gara!

Siswa-siswi tersebut menangkap jelas raut Jimin ketika mendecih. Beberapa meringis dan sebagian lagi menghampiri Naeun, mengerubunginya. Malah ada yang memeluknya begitu erat bahkan hampir menangis. Seorang anak membisikkan sesuatu kepada Naeun yang merana, “Sepertinya kau menjadi target mereka berikutnya.”

Deggg!

***

“Naeun-ah, kamu nggak pulang?” tanya seorang siswi yang tengah berbenah dengan beberapa buku pelajaran di mejanya. Lawan bicaranya sedang duduk di depan mejanya.

“Nanti, Sohyun. Aku harus membersihkan mukaku dulu sebelum jerawat bermunculan!” jawab Naeun dengan sedikit nada menggerutu. Tangannya tetap saja sibuk mengusap kapas basah ke pipi dan sekitar kening.

“Kalau begitu, aku duluan yah. Sampai besok.”

“O. Hati-hati.”

“Neo do.” Setelah siswi itu keluar dan menutup pintu, ruang kelas itu nampak lebih luas dan sepi.

“Sunbae-sunbae sialan. Mereka kira aku akan takut dengan ancaman bodoh itu. Hah! Aku akan mati? Kalianlah yang mati!” umpat Naeun lalu melempar kapas kotor ke tempat sampah di bawah meja.

Pluk!

Sepersekian detik yang lalu ia sempat merasakan bulu kuduknya meremang, namun segera ia acuhkan.

Krieeet…

Terdengar suara benda di dorong perlahan dari luar ruangan, gesekan antara permukaan lantai dengan benda itu menimbulkan suara yang mengiris gendang telinga. Seperti suara silet yang menggores permukaan beton, atau kerikil yang menyayat papan tulis.

Naeun menoleh cepat.

Hening kembali memangut, mungkin tadi hanya suara penjaga sekolah yang selesai beres-beres. Lagipula, tidak ada siapa-siapa di kelas ini selain dirinya. Kali ini Naeun sudah rampung dengan urusan wajahnya, dengan cepat ia membereskan barang-barang ke dalam tas pink kepunyaannya.

Beep! Beep! Beep!

Ponsel gadis itu berdering singkat tanda ada pesan masuk, cekatan jempolnya membuka pesan untuknya. Rupanya dari temannya, Sohyun, yang menanyakan apakah botol minuman miliknya tertinggal, sambil mencari Naeun membalas ‘Aku tidak lihat’.

“Aku mau mencarinya, jangan keluar kelas dulu!” begitu balasan Sohyun. Dengan kesal Naeun membanting bokongnya ke sofa. Apa tidak ada hari lain untuk mencari botol minuman sialan itu? Apa Sohyun tidak merasa lelah? batin Naeun menggerutu.

Klek!

Pintu dibuka dengan pelan, sayup-sayup suara langkah mendekati Naeun. Naeun mengerutkan kening kala menangkap bayangan sosok di belakangnya terefleksi di dinding. Jelas sekali bayangan itu menunjukan sang objek tengah memegang sesuatu dan mengangkat tangan tinggi-tinggi ke arahnya.

“Sohyun, cepat cari botolnya! Aku mengantuk!” ujar Naeun menghilangkan perasaan paranoidnya, ia sama sekali tak mau menoleh ke belakang meski hatinya terus bertanya-tanya siapa sebenarnya yang kini bersama di ruangan itu.

Sohyun kah? Sepertinya ‘agak’ terlalu cepat kalau Sohyun mengirimnya pesan barusan dan sedetik kemudian ia langsung datang, heh?

Suara langkah sosok itu makin dekat.

Dengan sedikit menahan napas Naeun melirik ke arah pantulan layar ponselnya, terlihat seseorang tengah bersiap menyerang Naeun dengan pisau besar di tangannya. Seperti pisau untuk memotong daging. Sedetik kemudian anak perempuan itu berguling ke lantai menghindari hujaman pertama dari sosok di belakangnya. Tak ayal belati mengkilat itu mematahkan bangku kelas yang keras.

“Ka-kau?” tanya Naeun dengan nada bergetar.

Yang ia lihat kini adalah sosok seseorang mengenakan seragam sekolah yang sama dengannya. Tak ada jawaban, hanya suara deru napas sosok misterius itu dari balik wajah robotnya. Bedebah di depannya kini tengah menyeringai layaknya pembunuh yang menemukan korbannya dalam keadaan tersudut.

“Mundur atau kau akan menyesal!” ancam Naeun meski dengan susah payah ia mencoba berdiri, lututnya terasa kosong. Sosok itu justru menggerakan kepala ke kanan lalu ke kiri seperti gerakan pemanasan anak-anak sekolah.

Beberapa saat mereka terjebak momen saling pandang.

Perlahan namun pasti si murid berseragam lengkap itu mengangkat pisau besar berkaratnya, manik mata tajamnya membidik ke arah kepala Naeun. Dengan penuh perhitungan ia melempar pisaunya ke arah kening Naeun.

Set!

Kembali meleset karena Naeun berhasil mengelak ke samping, pisau itu berdenting menabrak dinding dan jatuh ke lantai. Namun serangan ke dua berhasil menembus betis Naeun, benda tajam itu menancap pasti menembus daging di kaki gadis malang Son.

“Rambutmu indah, Son Naeun…” untuk pertama kalinya Naeun mendengar suara parau dari sosok bertopeng itu.

Namun persetan, kini rasa nyeri begitu mendera kakinya yang terluka. Cairan merah kental mulai merembes keluar dari kulit Naeun, bau anyir pun menyeruak ke seluruh sudut ruangan.

Son Naeun melafalkan beberapa puji-pujian yang ia ingat, sebelum dirinya hilang keseimbangan dan ambruk di lantai. Susah payah ia mendorong tubuhnya menjauh dari orang gila di hadapannya. Klise saja, Naeun tersudut karena ada dinding menghadang punggungnya.

Sebuah gerakan tangan tiba-tiba mengenai perut Naeun dan membuatnya semakin tersungkur, kini pisau keparat itu dengan tajam mengiris daging di betis Naeun. Siswi itu berteriak keras seakan ia kini berada di tengah hutan. Sosok di hadapannya makin gila, ia hujamkan pisau miliknya ke arah perut Naeun berulang kali.

Mata Naeun yang awalnya tidak terlalu belo, kini terbelalak dengan mulut mulai memuntahkan gumpalan darah segar, tangannya meraba perut yang kini penuh luka robek. Semakin lama pandangannya semakin buram, hanya bayangan warna seragam biru yang bisa tertangkap iris matanya sampai akhirnya gelap. Namun sosok haus nyawa itu tak kunjung puas, ia memandangi Son Naeun yang tengah meregang nyawa dengan menyakitkan. Beberapa saat kemudian ia merobek leher Naeun dan mengikis kepalanya hingga rambutnya menjuntai berjatuhan. Diselingi tawa sinis, pembunuh sadis itu melengos pergi meninggalkan jejak darah.

Dengan gumpalan rambut lepek Naeun di genggaman.

***

“Naeun-ah kamu di dalam?” Sohyun melongokkan kepalanya ke dalam ruangan lebih jauh. “Kenapa lampunya dimatikan begini sih, kan seram.” Gumam Sohyun sebelum ia menyalakan lampu.

Trek!

Sohyun belum menyadari ada bau darah menguar dominan di dalam kelas, ia masih sibuk mengoreki tasnya mencari sesuatu. “Kamu belum lihat botol minumku, Naeun-ah? Di tasku nggak ada soalnya…”

Dan, Sohyun, akhirnya mendapati pemandangan merusak mata tak jauh dari tempatnya melangkah sejurus kemudian. Tubuh bersimbah darah, pakaian tercabik-cabik, tak bernyawa, leher yang nyaris putus, kepala tanpa rambut. Gambaran Son Naeun yang mati dengan mengenaskan.

Bibir Sohyun bergetar. Matanya berair dan perutnya tiba-tiba mulas luarbiasa.

“KYAAAAAAHHH!!!”

***

“Menakjubkan!”

Situs website itu kembali ramai dengan foto-foto pembunuhan Son Naeun. Lagi-lagi, username Jiyoung yang memposting foto-foto tersebut. Warga sekolah kembali di hebohkan. Terutama anak-anak kelas kacau, kelas Bae Suzy.

“Pembunuh itu pasti fotografer handal,” decak Lee Taemin kagum. “Sudut pandangnya sungguh keren!” Soojung menyikut perut Taemin membuat anak laki-laki itu mengerang sakit.

“Dan kita satu sekolah dengan si username Jiyoung pembunuh psikopat sekaligus fotografer handal itu?!” Kim Jongin agak histeris—ralat, terlalu histeris.

“Lama-lama aku paranoid.” Bisik Jung Soojung nyaris tak terdengar.

“Kejadian ini berdekatan dengan pembunuhan Choi Sulli.” Ungkit Oh Sehun. “Jadi ingin menyelidikinya…”

“Ngomong-ngomong, itu sama sekali tak membuatku tenang, Sehun.” Imbuh Jongin—masih histeris. “Menyelidiki itu juga bukan ide bagus, kau tahu.”

Di tengah-tengah kekacauan-komentar-histeria yang terjadi di kelas 2-B, seorang Guru Fisika tahu-tahu menjadi pusat perhatian bagi para murid. Seketika hening melanda ketika Yoon Doojoon memasuki kelas dengan wajah tak ramah untuk memanggil Suzy, Taehyung, Jimin, dan Suga ke ruang guru. Keempat anak yang dipanggil langsung mengekori Doojoon. Kelas kembali bising oleh bisik-bisik membicarakan keempat anak itu.

“Aku curiga pada mereka.”

“Tidak mereka, salah satunya.”

“Oh, menurutku mereka semua.”

“Hei—kalian, berhentilah!”

Dilihat dari raut wajahnya, mereka dapat menangkap ada masalah serius di sini—lebih serius dari biasanya. Aura angker yang menguar dari Doojoon cukup membuat kuduk Kim Taehyung meremang.

“Apa kami akan di skors?” tanya Park Jimin tiba-tiba, menggebu-gebu. Dari ketika kawan lainnya, ia yang terlihat paling bersemangat mendengar ‘berita bagus’.

“Seperti yang kalian harapkan, namun lebih dari itu.” Doojoon agak gusar, mengusap wajah seenaknya.

“Aku mencium berita bagus.” Jimin nyengir tiga jari. Dan Taehyung tak paham mengapa rekannya selalu terlihat bahagia bagaimanapun situasinya. Apa dia terlampau bebal semenjak ‘insiden minum darah’ itu?

Suzy mendecih kurang ajar, “Jika cuma itu yang mau Sonsaengnim sampaikan—”

“Bukan cuma itu,” potong Doojoon cepat. “Sejujurnya, aku tidak akan membawa kalian ke kantor guru, karena itu akan membuat segalanya lebih rumit—lama—monoton—membosankan. Jadi, bersihkan loker kalian secepatnya, dan temui aku di Kedai Kopi seberang jalan setelah Sekolah bubar.”

“Sudah kuduga. Membersihkan loker artinya skors—AW! BAE SAEKKI (baca: Bae Suzy) KENAPA KAU MENGINJAK KAKIKU?!” Jimin nyaris memekik namun secepat pula Suzy menginjak kakinya keras-keras.

“Maaf mengecewakan, tapi kalian bukan akan di skors,” Doojoon menatap Jimin penuh rasa kasihan—tunggu, kasihan?! Suzy hampir menonjok wajah Guru Fisika sok prihatin itu jika saja ia tak penasaran apa yang mau diucapkan Doojoon selanjutnya, “Kalian berempat…” kata Doojoon sengaja mengantung. “Kalian dikeluarkan dari Sekolah ini.”

***

Surai raven Suga terbasahi tetesan air yang sempat terbendung awan hitam. Percikan air di trotoar merembes lewat sepatu ketsnya yang punya beberapa lubang. Itu sama sekali tidak membuat mood-nya menjadi baik. Sungguh, tentu saja. Untuk ukuran berandalan yang baru dikeluarkan dari Sekolah.

Atau tidak.

Sebenarnya Suga tidak percaya, ia tidak mungkin dikeluarkan. Itu hanya ancaman Yoon Doojoon dan ia yakin sekalipun benar ia didepak, Ayahnya—setidaknya—akan melakukan sesuatu untuk itu. Oh, keluarganya, kan, memang kaya.

“Min Yoonki-ssi,” Suga baru beberapa meter jauhnya dari gerbang Anhyun dan tiba-tiba panggilan pelan itu menyentaknya. Tebakannya benar tatkala Suga berbalik dan melihat Kang Jiyoung bersama payung kuningnya. “Gwenchanayo?”

“Jiyoung?”

Bola matanya seperti kristal. Rambut hitam pekat berkucir satu dan poni pagar menutupi dahinya. Suaranya, seperti kabut pegunungan. Dingin dan… buram. “Aku mendengar apa yang dikatakan Doojoon-sonsaengnim kepada kalian.”

Suga mengerjap. Tak terpikiran apa jawaban untuk ungkapan itu. Mengetahui Kang Jiyoung memulai pembicaraan dengannya lebih dulu pun cukup membuat kepalanya menjadi kosong.

“Gwenchanayo?”

Sekali lagi, Jiyoung menanyainya. Dan, Suga memastikan kalau pertanyaan itu tak akan sia-sia dengan gelengan singkatnya, “An gwenchana.”

Hening kemudian. Suga tak menunggu gadis Kang itu merespon jadi ia langsung menarik tangannya, berkata bahwa udara begitu dingin dan ia butuh payung. Jiyoung tak berkata apapun karena tak ada yang mesti dikatakannya, ia bahkan menurut saja ketika Suga membawanya ke sebuah tempat yang dipenuhi tumbuhan hias. Rumah Kaca.

Jiyoung, untuk sekian detik, tertegun melihat tempat itu. Suga melihatnya dan ia hanya tersenyum tipis. “Ini tempatku,” katanya. “Aku menghabiskan waktu di sini ketika mood-ku tengah buruk.” Pemuda itu menjelaskan tanpa diminta.

Jiyoung menatap Suga, bingung harus merespon apa. Yang ia tahu, berarti saat ini mood Suga tidak baik. Ingin melakukan sesuatu untuk Suga. Mungkin memeluknya? Yeah, itu yang pernah didengarnya dari Jung Soojung tentang bagaimana cara menenangkan hati seseorang. Oh, itu hanya pendengaran tak tersengaja saja.

Jiyoung memilih melakukannya.

Ketika Suga memutuskan berdiri termenung memandangi tumbuhan-tumbuhan hias aneka warna itu, Jiyoung melangkah pelan menghampirinya. Lalu melingkar tangannya di perut Suga dari belakang, memeluknya dan merasakan kalau tubuh Suga menjadi kaku karena pelukan itu.

“Jiyoung-ah…” Suga menunduk, ia melihat kedua tangan Jiyoung di perutnya. Tampak kurus dan pucat. Dentum jantungnya sempat tak terkontrol, namun Suga mengendalikannya secepat ia bisa.

“Kau tahu aku mencintaimu, kan?” Suga terkesiap. “Yoonki-ssi?”

Entah mengapa, tangan Suga sedikit gemetar, ia menyentuh kulit tangan Jiyoung dan merasakan betapa dinginnya tangan itu. Untuk pertama kalinya, Suga menyentuh Jiyoung secara langsung dan ia sungguh tak ingin melepasnya.

“Aku tahu.” Lirih Suga pelan, sepercik hatinya tampak enggan mengucap kalimat ini tapi… ia sangat ingin mengucapkannya. “Kau tahu aku juga mencintaimu kan?”

Jiyoung memejamkan matanya rapat—terlampau tenang. “Ya. Selalu.”

Dan mereka berciuman.

***

“Kemana anak-anak itu?” untuk sekian kalinya Yoon Doojoon memeriksa jam tangan dan menadapati kalau hari sudah bukan siang lagi. Ia mendesah, “Bisa-bisanya… hah.”

Khawatir lebih tepatnya. Karena tak satu pun di antara Suga, Suzy, Jimin atau Taehyun datang menemuinya sepulang sekolah. Ia sudah terlalu baik dengan memutuskan untuk menunggu lebih lama, namun hasilnya sama saja. Anak-anak berandal itu, selain kurang ajar, ternyata tukang ingkar janji juga, pikir Doojoon.

“Ck, bisa-bisanya aku ditipu bocah.” Doojoon berdiri dari kursinya. Lalu berjalan ke kasir untuk membayar tiga gelas kopi yang dipesannya tadi. Tiga gelas kopi, bayangkan, berapa lama ia menunggu sebenarnya? Apa Guru Fisika itu memang sebegitu penyabarnya?

“Choi Sooyoung-ssi?” bisik Doojoon tiba-tiba pada diri sendiri—maksudnya hanya ia yang bisa mendengarnya. Ketika matanya menangkap silut tubuh jangkung seorang wanita yang familiar, bahkan hanya dengan melihat punggungnya saja Doojoon tahu bahwa wanita itu adalah mantan guru di Anhyun.

Bukankah itu… ah, sedang apa wanita itu di sana?

Wanita itu berada di jarak 10 meter dari tempat Doojoon berdiri sekarang, di luar Kedai Kopi. Choi Sooyoung, itu benar-benar Choi Sooyoung. Nun pertanyaannya, apa yang dilakukan wanita itu malam-malam begini? Di lingkungan Sekolah? Bukankah seharusnya ia sudah tak punya urusan apa-apa…

Tidak!

Kaki panjang Doojoon menuntunnya berlari mengejar Sooyoung—refleks. Ketika wanita itu, di balik punggungnya, ia tengah menyeret seseorang. Menyeret?!

Seorang siswi. Berambut panjang. Satu nama yang hinggap di kepala Doojoon kala itu. Bae Suzy!

“Choi Sooyoung-ssi chakkanman!” pekik Doojoon. Nun terlambat, mobil itu sudah berlalu. Sangat cepat.

Doojoon tidak tinggal diam. Ia lantas berlari ke tempat mobilnya terparkir dan terburu-buru masuk ke dalamnya. Lalu membelah kegelapan jalanan malam membuntuti kemana Choi Sooyoung pergi. Walau untuk tujuan apa, ia sendiri tidak tahu. Atau, belum tahu.

***

“Park Jimin!” pekikan Bae Suzy menggema di koridor gedung Sekolah Anhyun. Perlahan gadis ngkuh itu melangkahkan kakinya menyusuri gelapnya lorong di waktu malam, tidak, nyaris malam. “Bajingan kau! Keluar!”

Suzy memekik lagi. Lalu mengumpat. Kata-kata kasar yang tak semestinya diucap oleh gadis SMA sepertinya—apalagi SMA ternama seperti Anhyun. Dan Suzy meringis, ketika ia terpeleset waktu melewati toilet siswi. Bulu roma Suzy menegang, ia merasa aura aneh mengelilingi toilet itu.

“Ba-bajingan…”

Tangan Suzy mengepal. Ia akui ia mulai gentar sekarang.

Ini bermula ketika Suga tiba-tiba menghilang dari pandangan, entah kemana. Jimin lalu mengajak ia dan Taehyung untuk bermain tanpa Suga. Kata Jimin, sekadar menghilangkan stress karena berita mengejutkan dari Yoon Doojoon. Dan sekarang dua anak itu yang malah menghilang! Brengsek, Park Jimin, Kim Taehyung!

Tinggallah Suzy sendiri di Sekolah. Atau sepertinya Jimin dan Taehyung ketiduran di suatu tempat—karena mereka tengah memainkan petak umpet. Bodoh, ya. Demi Tuhan Suzy menyesal menyetujuinya.

“Bae Suzy, huh? Sedang apa kau di sini sendirian?”

Suara itu membelakanginya.

***

“Dimana ini?” tanya Yoon Doojoon retoris. Bodohnya ia karena siapa pula yang bakal menjawab pertanyaannya. Ia sampai di suatu tempat asing, bangunannya tampak tua, bertingkat-tingkat. Jika dilihat di siang hari mungkin ini semacam apartemen biasa. Namun jika ditampakkan pada malam hari efek menyeramkannya tak main-main.

Choi Sooyoung terlihat keluar dari mobil dengan masih menyeret siswi tersebut. Yoon Doojoon segera memarkirkan mobilnya di tempat strategis dan mengikuti Sooyoung lagi. Ia penasaran, semua ini mencurigakannya.

Sampailah wanita Choi itu di depan pintu. Mengeluarkan sebuah kunci dan memutarnya di lubang kunci, pintu reot pun terbuka. Suara decitannya membuat ngilu indera pendengar. Doojoon was-was memperhatikan gerak-gerik Sooyoung.

Sooyoung masuk ke dalam, Doojoon menahan napas. Bingung apakah terus mengikutinya atau ikut masuk dan memburu wanita itu dengan berbagai pertanyaan. Pilih, Yoon, pilih! Doojoon gusar atas kebingungannya. Akhirnya ia memutuskan untuk mendengar suara dari luar pintu dahulu, jika ada yang tidak beres maka ia akan—oh, Tuhan! Itu sangat tidak jantan!

Nyali Doojoon ciut sebenarnya. Walau Choi Sooyoung adalah wanita yang disukainya, namun Doojoon mengaku agak ngeri dengan aura yang dipancarkan wanita misterius itu. Choi Sooyoung kadang berkilau, kadang terlalu redup, kadang gelap tak terlihat.

“Aish, bertindaklah seperti pria, Yoon Doojoon.” Tekad Doojoon, sebelum menguatkan sesuatu dalam dirinya dan menendang engsel pintu itu kuat-kuat. Menimbulkan suara gedebuk keras memecah keheningan dalam ruangan.

BRAK!

Seketika tubuh Doojoon mematung. Pemandangan di dalam ruang itu sangatlah mengerikan. Terbaringnya raga tak sadarkan diri Bae Suzy (ternyata sosok itu benar-benar Bae Suzy, mata elang Doojoon berfungsi baik rupanya) di satu ranjang, dan Choi Sooyoung yang hendak mengayunkan pisau di tangannya. Pisau?! Dia arahkan ke tubuh Bae Suzy!

“Choi Sooyoung apa yang kau lakukan?!” Doojoon bahkan sampai menghilangkan embel-embel –ssi di nama wanita itu saking terkejutnya. “Berhenti!”

Sooyoung seakan menulikan telinganya. Ia terjebak dalam euforia bernama ‘balas dendam’. Ia sudah tak peduli lagi, tatapannya kosong selain menatap mata terpejam Bae Suzy yang damai. Pikirannya blank. Doojoon sadar ada yang salah. Tidak, semuanya salah.

“Aku bilang berhenti!” Doojoon mendorong tubuh Sooyoung hingga keduanya terjatuh. Pisau itu berhasil menggores pipi Doojoon. Doojoon merintih tertahan, tatapan Sooyoung masih kosong dari bawah tubuhnya. Hanya tenaga berontak wanita itu kuat sekali, Doojoon nyaris kewalahan. Ia menahan kedua tangan Sooyoung di samping kepalanya, “Choi Sooyoung! Apa yang coba kau lakukan? Aku tahu kau wanita gila tapi tidak kusangka kau segila ini!” yang Doojoon tahu ia tengah menampar Sooyoung dengan perkataannya.

Sooyoung menghantam perut Doojoon dengan lututnya, sehingga dalam sepersekian detik posisi berubah menjadi Sooyoung dan duduk di atas perut Doojoon. Doojoon kaget dengan posisi tiba-tiba itu. Pastilah ia sudah mimisan parah melihat pemandangan Sooyoung di atas tubuhnya jika bukan dalam situasi sekarang.

Wanita ini bukan Choi Sooyoung, begitu pikir Doojoon ketika Sooyoung merobek ujung roknya sendiri dengan pisau, lalu digunakannya untuk mengikat kedua tangan Doojoon di atas kepalanya.

“Ke-kenapa tanganku—YAH! Choi Sooyoung dengar aku bicara! Kenapa tanganku diikat? Lepaskan tanganku!”

“Berisik,” kata itu diucap dengan oh-sangat-datar sedatar wajahnya kini. “Apa hakmu memerintahku, huh.”

Bulu roma Doojoon menegang mendengar suaranya saja. Fantasi liar merembeti pikirannya seperti, “Apa kau kerasukan?!”

Sooyoung merobek lagi sisi lain rok yang dipakainya, sehingga menampakkan sebagian besar paha mulus dan putihnya. Kali ini, robekan kain itu ia pakai untuk menyumpal mulut Doojoon.

“Umphhh!”

Ckris.

“Diam atau pisau ini akan melukai bagian lain dari tubuhmu selain pipimu.” Itu ucap Sooyoung dengan nada sangat dingin setelah menyayat pipi Doojoon (yang memang sudah tersayat pisau sebelumnya) lebih dalam. Menyebabkan Doojoon meringis keras di balik sumpalan kain di mulutnya. Rasanya sungguh perih. Dan bau darahnya yang menetes membuat pusing. Amis dan menjijikkan.

Menyadari kalau Doojoon sudah cukup tenang, Sooyoung yang masih berbaik hati tak membuat pria itu pingsan, lantas beranjak dari menindih perut Doojoon menuju tempat Suzy berbaring. Bersiap memecang pisaunya melancarkan kegiatan yang baru tertunda.

Tatapannya tak terdefinisikan, saking redupnya Doojoon tak bisa menebak apa Sooyoung bersungguh melukai Suzy atau hanya gertakan. Atau sebetulnya Sooyoung dikendalikan? Semakin memikirkannya semakin membuat Doojoon gatal ingin melakukan sesuatu. Tapi ikatan di kedua tangannya sangat kencang, gerak sedikitpun menimbulkan perih.

Pisau Sooyoung terarah ke pipi Suzy.

Peluh Doojoon membanjir. Bergerak! Ayo bergeraklah! Doojoon terdesak. Tanpa sadar menggerakkan kakinya asal. Benar! Kaki!

Doojoon bangun dengan sedikit usaha, beruntung ia sering membentuk otot lengannya dengan back up sehingga mudah baginya untuk duduk dari posisi berbaring. Sedikit susah Doojoon mengesot dengan tali terikat di kedua tangannya.

SRET!

DUAK!

Sesuatu tergores pisau bersamaan dengan Doojoon yang menendang kaki Sooyoung hingga wanita itu limbung dan terjatuh menimpanya. Gulp! Doojoon melotot sekaligus meneguk liur sebab pisau yang Sooyoung pegang menancap di samping kepalanya. Salah posisi sedikit saja pisau itu akan membuat telinganya putus.

“Kenapa… ah… kau… menghalangiku untuk membunuhnya?!” teriak Sooyoung, manik rubi yang nyalang mengikis jarak pandang Doojoon.

Tanpa tahu kenapa, satu-satunya fokus Yoon Doojoon ketika ini adalah wajah marah Choi Sooyoung. Doojoon tidak bisa lagi menahannya. Sooyoung berada di atas tubuhnya dan menindihnya. Jelas-jelas ia merasakan dada Sooyoung menekan dadanya. Dengan kasar, Doojoon sekuat tenaga merobek kain yang mengikat tangannya sehingga ia dapat membalik posisi. Mereka berguling sampai Sooyoung berada di bawah pandangan Doojoon. Sebut saja Doojoon seorang pervent, sebab terlukis jelas gairah di rona mukanya, apalagi Choi Sooyoung merupakan wanita yang sudah lama disukainya, pertahanan Doojoon roboh. Gantian Doojoon yang mencengkram kedua tangan Sooyoung di atas kepala wanita itu sendiri.

“LEPASKAN AK—MMMPH!”

Doojoon membungkan mulut Sooyoung dengan mulutnya. Mencumbunya dengan beringas. Gerakkannya tidak teratur dan sangat ganas. Menghisap, menyesap, menjilati bibir dan sekitar wajahnya seperti anjing kehausan. Dengan mudah, Doojoon melesakkan lidahnya masuk rongga mulut Sooyoung, mengecap rasa seorang Choi Sooyoung. Sooyoung mengerang protes dengan menggerakkan kepalanya berlawanan arah, tetapi malah berdampak sebaliknya. Doojoon mengira Sooyoung mengikuti arah ciumannya.

“Enghhh!” Sooyoung mengerang kian kencang lalu mendorong dada Doojoon agar Doojoon menjauh. Nun percuma, lengannya ditahan lagi oleh si pria marga Yoon.

“Hah… hah… hah…” napas mereka terputus-putus ketika Doojoon mengakhiri ciuman mereka. Mereka lantas mengambil dan menghembuskan napas sebanyak mereka bisa.

Belum usai aksi Doojoon, karena pemandangan Sooyoung di bawahnya sungguh memabukkan; rambut berantakan, wajah memerah, napas terengah, bibir yang sedikit terbuka dan saliva mengalir ke dagunya. Shit! Kenapa Choi Sooyoung bisa seseksi ini?! Belum lagi kemeja berantakan yang mempertontonkan leher putihnya, seakan kucing yang meminta untuk diterkam singa saat itu juga.

Dan Doojoon adalah pria dengan cinta murni dan napsu selayaknya pria lain. Ia semakin diburu napsu. Maka ia membenamkan mukanya di ceruk leher Sooyoung. Menghirup aroma yang akan digilainya, lalu menjilatinya dan merasakan rasa semanis permen. Doojoon menggigit pundak terbuka Sooyoung membuat bitemark. Rupanya ia memaksa kemeja Sooyoung terbuka menyebabkan kancing-kancing copot terpelanting.

“Hentik—ahhhn… ah!” Sooyoung ‘bernyanyi’ di telinganya. Doojoon kian bersemangat dan mencium Sooyoung lagi. Bahkan lebih ganas dari yang tadi. Mereka berdua sama, sama-sama merasa geli dan panas.

Sampai—

PLAK!

—Sooyoung menampar pipi Doojoon.

Hening beberapa detik. Mereka bersitatap. Berkecamuk pikiran masing-masing. Dengan napsu keduanya yang sebenarnya sudah membuncah, namun tak mungkin untuk disalurkan kala itu juga, keduanya menyadari mereka salah. Terutama Doojoon. Ia merasa terpukul. Ia merasa menjadi pria terbejat. Dalam hal ini, jelas terlihat ia yang paling terpancing gairah dan mendominasi kegiatan ‘panas’ tadi. Tak tergambarkan seberapa kecewanya ia pada dirinya sendiri. Sekian menit terlewati tanpa ada yang berpindah posisi, maka Doojoon lebih dulu bangkit dari atas tubuh Sooyoung. Lalu Sooyoung yang duduk lemas di sampingnya. Bau ‘on-the-way-to-this-and-that’ bahkan masih tercium, hingga membuat canggung suasana.

Doojoon mengumpati dirinya sendiri karena mengotori tangannya untuk menyakiti Sooyoung. Tentu saja, yang tadi itu jika tidak disebut menyakiti, apa lagi? Sisi lainnya, tindakan itu sukses membuat Sooyoung pulih kesadaran (dari niat awalnya menyerang Suzy dengan pisaunya).

“Choi Sooyoung…” tanpa –ssi lagi, Doojoon memanggil namanya pelan nyaris seperti bisikan. Hening tak ada tanggapan.

“Guru Choi…”

Masih hening.

Doojoon menoleh ke samping, dimana Sooyoung duduk tak bertenaga. “Choi Sooyoung, bisa kau mendengarku? Sooyoung?” Doojoon mulai panik karena wanita itu tak kunjung berbicara apa-apa. Doojoon menguncang pundaknya kencang, berkali-kali, tanpa lupa memanggil-manggil namanya.

“Yoon… Doojoon…” suara Sooyoung parau. “Kenapa aku… kau ada…” kalimatnya terputus-putus.

Doojoon panik. “Ma-maafkan aku, ini salahku, kau boleh menonjok wajahku atau menendangku, akan aku terima. Aku nyaris menyentuh—”

“Jika kau tidak menghentikanku, Suzy pasti sudah mati…” tatapan Sooyoung lurus. Ia tersenyum pedih.

Hingga yang terjadi selanjutnya, Sooyoung menangis. Tangisannya pilu dan menyesakkan dada Doojoon yang mendengarnya. Karena Doojoon tahu, tindakan Sooyoung terhadap Suzy tadi hanya termakan api dendam setan sesaat. Tidak mungkin guru yang paling dikagumi di Anhyun melakukan tindak kejahatan picisan seperti ini. Tidak mungkin.

Kematian Choi Sulli memang pukulan keras baginya, Sulli adalah harta yang paling berharga setelah kepergian kakaknya, Andrew. Sooyoung sudah tak punya siapa-siapa lagi selain Tiffany sekarang, istri dan Ibu dari mendiang Andrew dan Sulli.

Walau tak begitu mengerti bagaimana rasanya kesepian, namun Doojoon turut merasakan. Tangisan Sooyoung cukup menjelaskan segala hal. Doojoon bingung harus berkata apa, jadi ia hanya mendengarkan keluh-kesah Sooyoung dalam diam.

“Maaf, maaf, maafkan aku, semuanya… aku salah, aku salah atas semua…”

Ia tidak begitu mengerti kenapa Sooyoung meminta maaf sampai sebegitunya. Bahkan kejadian ‘panas’ bersamanya pun seakan tak pernah ada di memori wanita itu. Entahlah reaksi yang baik seharusnya bagaimana.

Doojoon membenamkan wajah Sooyoung di dadanya. Doojoon merangkul Sooyoung penuh perasaan. Erat, Sooyoung mencengkram kemeja Doojoon. Seakan ia akan mati jika melepasnya.

***
A/N: Gimana? Gimana? Gimana? #alaTheCommentNET #plak

Maafkan saya kalau update-an kali ini mengecewakan dan aneh dan gaje. Sebenarnya di chapter ini saya ingin menunjukkan sisi romancenya, karena bagaimanapun juga fanfic ini bergenre thriller, psyco, dan romance. Walau yah… jadinya malah ancur.

Apalagi adegan Doojoon-Sooyoung nyaris… mereka nyaris… sedikit lagi nyaris… #mimisan (Readers: BYUNTAE! #tamparPani)

By the way, udah ah gak perlu protak-protek, ribet ke sayanya juga muahahaha. Jadi free for read aja. Asalkan kalian menghargai karya (biasa banget) saya ini dengan minimal like, atau komen, lebih bagus lagi kalau review, nyah :3

Se you next chap! ^_^

79 thoughts on “Jiyoung – Chapter 05”

  1. Daebak banget part yang ini eonni tamabh penasaran kematian naeun kok miris banget aku tunggu ya part selnjutnha aku ngak sanggup komen lagi sangking kerennya hwaiting

  2. rame ini, cuma merem-melek pas sooyoung-dujun dan potek di suga-jiyoung </3
    tapi keseluruhan bagus kok, next chapter jangan lama-lama ya hihi :3

      1. tp penasaran banget sama ceritanya
        misterius banget gimana gituuuuuuu
        keren keren kamu bikin ceritanya, berhasil buat readers setia nungguin ff buatan km

  3. itu naneun mati ny .. sadis bgt O_O
    huh untung soo sadar …
    duh thor mestinya scene ny dilanjutin aja >:) *digamplokauthor wkwk
    ditunggu part selanjutnya, hwaiting !

  4. Heuhh masih belum kebaca siapa yang jahat disini-,- antara Jiyoung sm anak anak nakal itu sih:| tapi kan bisa aja orang yang diluar dugaan:|
    Kerenn eonni ^-^ next partnya ditunggu^-^

  5. uwaaah pembunuhan naeun ngeri sangat. kagak berani baca partnya doojoon-sooyoung yang ‘itu’ #apaan?? ._. seruuuu.. next part ditunggu

  6. Apa jangan2 yg bunuh sulli sama naeun itu jiyoung? :/
    Panas bgt adegan sooyoung sama doojoon kwkwkwk
    Keren kak. Lanjut yaaa^^

  7. apa soo eonni yg jadi psikopatny? kok msh agk bingung hehe#dasar reader lemot 🙂 waktu bca awalny agk deg2n soalny ngeri sndri waktu naeun dibunuh.Penasaran jg spa yg bunuh naeun.TRus tambah deg2n jg waktu adegan kissing soo-doo joon hehe ditunggu next partny chingu

  8. ah kenapa adegan doojoon-sooyoung ga dilanjut? *plak* suzy hampir aja mati, sooyoung itu ga sadar ya? yang bunuh naeun itu siapa? ga mungkin sooyoung deh .ditunggu lanjutannya^^

  9. doh.. itu adegan sooyoung doojoonnya seru bangett /? :v
    yg bunuh naeun siapa? jiyoungkah?
    ah penasaran.. terusin ya thor.. Fighting!! :v

  10. astaga naeun mati? Dibunuh sama siapa? Ngeri sadis banget
    Benarkah mereka ber4 dikeluarin dari sekolah?
    Soo kenapa? Kerasukan ya
    Omooo doojoon khilaf haha

  11. duuuub udah sempet horror diawal-awal pas naeun dibunuh ditambah sooyoung yg mau ngebunuh suzy juga untung ada doojoon. yah walaunpun caranya buat ngeberhentiin sooyoung agak agak *cough*pervert*cough tapi agak sayang juga sih aktivitas mereka jadi berhenti *eeeeeeehhh

  12. kirain mereka bakal ngelakuin ‘this-and-that’ :v tapi ini bagus thor bagus sekalii!!! sayangnya ada yg kurang thor:-( kurang panjangggg!!:v

  13. Naeun..sadis banget sih dibunuhnya..perasaan Sulli gak terlau sadis deh..tapi entah knp mbayanginnya seru banget(?)..itu Suzy waktu diseret Sooyoung itu udah gak sadar? Doojoon sama Sooyoung..ampyun sangat sangat… wauw entahlah..gak bisa komen..oh iya..aku belum komen di part 123..aku males sih 😛 XD..tapi seru kok unni..keep writing..fighting ‘-‘)9

  14. Ff-nya makin bikin penasaran ><
    Semoga aja Suzy ga intip-intip, soalnya kalo dia ngintip pasti bikin aku iri *eaaa /ditabok sooyoung doojoon/
    Next-nya ditunggu~ fighting!

  15. Naeun matinya tragis banget ._. Doojoon sooyoung…. oke fix aku cuma bisa deg2an ngebayanginnya (?) Entah kenapa aku masih bingung sama jalan ceritanya ._.

  16. keren banget thor, enggak tanggung2, sadis banget. Bagus deh, memang yang namanya thriller gak perlu yang namanya kasian.
    uhhh, romancenya kebangetan-untung enggak dilanjutin- tapi baiknya suzy enggak dibunuh–bias ku jgn diapa2in thor–
    Penasaran selanjutnya, kenapa sooyoung jadi begitu-kerasukan dia(?)-

    ditunggu nextnya

  17. thor sebelumnya sya mnta maaf ya baru bsa koment dipart ini habisnya sya udh ketinggalan bnyak part. jdi semua koment sya jdiin stu disni. sya gak bnyak koment cma mau blang “Sumpahh ni FF menegangkan bgd+sadis amat tuh si bae suzynya. aku jga penasaran siapa yg bunuh Sulli sma Naeun ?? ap Jiyoung ? ato Suzy ? ato mlah sooyoung ? tpi kyanya gak deh klo sooyoung. hmmbb.. sumpah bner2 penasaran. dan lagi Akhhh.. si DooJoon nyium soo >< Kyaaa omo. omo. omo.. haduhh.. sesak napas nihhh..

  18. ahh ngilu adegan naeun , menurut ane yah gak mungkin sooyoung eonni yg jdi pembunuh abis hatinya lemah gitu *soktau
    kayanya jiyoung yg psycho tapi apa hubungan jiyoung sama mereka2 semua , yah ditunggu lah chap selanjutnya biar gak penasaran lagi 🙂
    itu adegan syoo ama doojoon kenapa harus berhenti sih akhh *plakk

  19. Lanjut thor . Ff nya daebakk !!! Saya suka. Lanjut secepatnya. Kira2 psikologinya siapa ya ?? wah penasaran nih! haha

  20. yaampun…makin ruyem aja yaa.. sooyoung nya jadi psikopat gitu yaa.. aduhh . next nya di tunggu yaaa.

  21. please nexttt, aku suka banget sama ff kamu….
    kenapa aku jadi nggak rela ya suga jadian sama jiyoung T_T huhuuu….
    lanjut yaa.. ff nya daebakk!!
    semangat!

  22. Nemu ff ini di gugel/? :v
    Seru ceritanya, kebetulan jarang banget ff yang gini. Ini feelnya dapet sama selalu banyak hal misterius dibelakangnya..
    Bikin penasaran terus xD

    Next? ‘-‘
    Masih ada lanjutannya kan?._.)a Tolong cepet ngepostnya thor :’o

  23. Haaaah serasa nonton kdrama school series (lanjutan who are you: school 2015, mungkin?) ini pertama kali aku baca ff dengan genre ini itu pun gara gara nyari another sooyoung-doojoon story, yang kemudian nyasar kesini dan suka luar biasa sama ceritanya. Jam 2 pagi dan aku baca ff ini tuntas tas tas sampai part 5. Sebelumnya maaf nggak comment di part part sebelumnya karena terbawa suasana hihihi. Looking forward for the next chapter ya!
    Btw di adegan sooyoung-doojoon yang ‘hampir’ dan ‘nyaris’ itu diam diam aku berharap kalau nggak nyaris doang, tapi…..ah udahlah tengah malam kok mesum gini heeee

  24. Thor? Gak dilanjut thor? ToT
    Padahal ketagihan banget sama ini FF soalnya jarang banget FF kayak gini. Bikin penasaran terus
    Maaf gak komen di chapter sebelumnya, soalnya kalo udah ketagihan pengen baca baca selanjutnya mulu haha 😀
    Thor, ayolah post next chapter. Ayolah thor, plis ya? Next kan? Next?

Leave a comment