Psychological, Romance, Thriller

Jiyoung – Chapter 02

Jiyoung-poster

Title: Jiyoung

Author: @waynefanneey and @fadhilahhus98

Genre: Thriller, Psycological, Romance

Rating: NC+17

Lenght: Multichapter

Pairing: Crack

Casts: Choi Sooyoung [SNSD], Yoon Doojoon [BEAST], Bae Suji [Miss A], Kang Jiyoung [KARA], Min Yoonki [BTS], Park Jimin [BTS], Kim Taehyung [BTS], Choi Sulli [f(x)].

Summary: Choi Sooyoung mengakhiri masa mengajarnya dengan menyelidiki fakta kematian para siswi yang mengerikan.

Warning: Full of typos, death characters, NO CHILDREN!

Chapter Two – The Gangster’s

“Baiklah, pelajaran cukup sampai di sini.” Choi Sooyoung membenahi ‘perabotan mengajar’nya lalu memasukkannya ke dalam tas hitam—tentu saja miliknya.

Tiga mata pelajaran berakhir sudah, di kelas Suzy, Suga, Jimin, dan Taehyung. Yeah… siapa sangka empat sekawan itu satu kelas? Lagi? Mengingat orangtua mereka yang bukan dari kalangan bawah, menyusupkan sedikit titipan lewat jalur belakang tentu saja dihalalkan, bukan? Benar. Mereka memang tak mau terpisahkan bagaimanapun caranya.

“Bae Suji,” Sooyoung memanggil nama gadis itu. Bae Suji menghentikan langkah, membiarkan kegita kawannya keluar kelas lebih dulu. Namun ego tingginya tak membiarkan Suzy membalikkan tubuh, sekedar menatap lawan bicaranya. “Bisakah kau luangkan waktumu sebentar? Ada yang harus kubicarakan denganmu.”

“Tidak.”

Sooyoung menatap Suzy geram, ia meremas tasnya tanpa sadar. Suzy melangkah lagi, namun desisan sedingin es Sooyoung kembali menginterupsinya, “Jangan ganggu Choi Sulli.”

“Bukan urusanmu.”

Dan, siswi nakal dengan julukan evil itu meninggalkan kelasnya menyusul tiga sahabatnya. Siang itu Suzy nampak tak memiliki gairah. Laki-laki dengan topi merah terbalik yang bermarga Park itu terus saja bergurau dengan si cengeng. Sedangkan si siswa berkupluk tetap diam dengan pose coolnya.

“Suga,” Suzy menarik suara. Yang dipanggil hanya menatapnya tanpa sebuah sahutan. “Kau, apa kau benar-benar akan menjadikan bocah itu sebagai kekasihmu?”  sambungnya dengan mimik khawatir. Dan pertanyaan konyol itu berhasil menarik perhatian dua bocah gila yang sedari tadi bergurau sendiri. Jimin dan Taehyung spontan menatap Suzy heran.

Min Yoonki tak merespon, tapi semua orang pasti tau jika saat itu siswa berkupluk yang misterius ini sedang memikirkannya. Sepersekian detik mimik wajahnya berubah, tak lagi menunjukan jika ia sedang berpikir. “Ne, aku serius.” Siswa berkupluk itu menanggapi Suzy.

“Tapi, bukankah secara tak langsung kau meminta kita untuk tak lagi mengganggu bocah itu?” dan Suzy menaikan nadanya setengah oktaf.

“Yaa! Suzy ada benarnya, jika kau benar-benar menjadi kekasih dari bocah itu, itu sama saja dengan kau mengurangi target kita!” bela si topi merah. Suzy memandang Suga dengan pandangan yang entah apa itu maksudnya, tak pernah ada yang mengerti dengan tatapan Suzy pada Suga. Cara pandang Suzy pada Suga selalu berbeda dengan cara pandang Suzy pada orang lain.

Taehyung memandang tiga rekannya yang kini seperti orang yang sedang berdebat. Si cengeng ini malah menggigit ibu jarinya sembari memandang ketiga temannya itu.

“Taehyung-ah! Apa kau setuju jika Suga menjadi kekasih bocah itu?” si topi merah meminta pendapat sahabat tercintanya. Dan yang dimintai pendapat itu kini menggaruk-garuk kepalanya. Sepertinya perdebatan konyol ini membuat Suga tak nyaman.

“Aku tetap akan menjadikannya sebagai kekasihku.” Sebuah keputusan yang sepertinya tak akan berubah itu akhirnya keluar. Dengan keputusannya Suga pergi begitu saja meninggalkan tiga rekannya. Sebuah raut kecewa terlukis jelas di wajah Suzy. Gadis itu terlihat marah akan perlakuan Suga.

***

Jam menunjukkan pukul 03.30 PM dan bel pulang pun berbunyi. Seluruh murid pulang dengan tergesa. Berusaha menjadi yang paling pertama meninggalkan sekolah. Tak ada yang mau menjadi murid terakhir yang meninggalkan sekolah karena alasan tertentu.

Dan, Anhyun pun mulai kosong. Siswa berambut blonde dengan cardigan hijau lumut bersiul didepan pintu perpustakaan. TAP TAP TAP. Sebuah langkah kaki terdengar jelas ditelinga siswa itu, menghentikan siulannya yang sedang berpesta. BRUK.

“Omona!” jerit seorang siswi yang baru saja keluar dari perpustakaan.

“Aku membuatmu terkejut, mianhaeyo.” Siswa berambut blonde itu membantu memunguti beberapa buku yang terjatuh.

“A-Anio, gwaenchana. Aku yang tak melihat. Cheoseonghamnida.” Siswi itu membungkukan tubuhnya setelah menerima beberapa buku yang telah dipunguti siswa berambut blonde tadi.

“Ah, aku juga yang salah. Kalau begitu, biar aku antarkanmu ke gerbang ne, Kim-Joo-Won?”

“Mwo? Dari mana kau bisa tau namaku?”

“Nametag-mu.”

Dan siswa berambut blonde itu berjalan bersama dengan siswi bernametag Kim Joowon. Langkah kaki siswa berambut blonde itu sama sekali tak mengarah menuju gerbang Anhyun High School, tapi lebih tepatnya langkah itu membawa Siswi Kim Joowon menuju halaman belakang sekolah.

“Bukankah ini halaman belakang sekolah?” siswi bernametag Kim Joowon itu mengeluh.

“Ne, ini memang halaman belakang sekolah.”

Sebuah tepuk tangan memecahkan kesunyian di lapang belakang sekolah itu. Kim Joowon melihat jelas seorang gadis berambut panjang di buntuti dua orang siswa yang juga bertepuk tangan. Rasa bingung dan kekhawatiran mulai menghantui Siswi Kim Joowon.

“Sebenarnya kau akan mengantarkanku kemana?” Siswi itu mengajukan diri pada siswa berambut blonde yang mengantarnya ke tempat yang salah. Tiga murid yang bertepuk tangan itu semakin saja mendekat. Dan si rambut blonde hanya tersenyum manis dengan kedipan mata manisnya pada Kim Joowon.

“Chukkae-ya!” si topi merah mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Kim Joowon.

“A-ah… sebenarnya ada apa?” dengan rasa takutnya yang menjadi Kim Joowon berusaha tenang. siswi berambut panjang yang tadi bertepuk tangan itu menarik lengan Kim Joowon dan menyeretnya dengan kasar tanpa basa basi.

“Suzy-ah!” si blonde menghentikan langkah si gadis evil. Yang dipanggil namanya hanya menoleh dengan menaikan sebelah alisnya sebagai isyarat penanya ada apa.

“Sebelum kau merayakannya, sebaiknya kau izinkan aku memberi gadis ini hadiah terlebih dahulu.” Si blonde mendekati Kim Joowon dan—CUP!

“Waa, daebak! Taehyung-ah kau memang selalu membuatku iri!” si topi merah bermarga Park itu menyeletuk, dan si misterius hanya tersenyum singkat.

***

BRAK! BUGH! BUKK! PLOK! WUSH!

Dan upacara penyambutan murid baru pun dimulai. Berawal dengan menjatuhkan tubuh sang korban, melemparinya dengan tepung atau lumpur, menyiramnya dengan air. Entah bersih atau tidak yang jelas ada air. Membentak si korban dengan kata-kata kotor, dan bahkan jika saja mereka sedang kesal tangan mereka bisa melayang semaunya. Tapi hal itu belum seberapa dengan tindakan mereka di luar sekolah. Setiap kali mendapat skorsing, empat murid gila ini sama sekali tak pernah jera atau bahkan merasa menyesal. Tapi mereka justru membuat onar di luar. Berkelahi bukanlah hal aneh dari empat murid gila ini. Ya meski saja di dalamnya terdapat seorang gadis, justru gadis itulah sang pemimpin dan sumber kegilaan.

“Sunbaenim, hentikan!” ringis Kim Joowon berusaha melepas cengkraman Suzy. Jimin dan Taehyung hanya terkekeh melihat apa yang dilakukan temannya itu. Sedangkan si misterius Suga selalu terdiam dalam pose coolnya itu.

“Yaa! Apa kau pikir hidupmu akan tenang jika kau bersekolah di sini hah? Jangan pikir kau bisa bergerak semaumu!” cacian dengan nada tinggi kembali melompat dari mulut Suzy.

Telapak tangan mulusnya sudah melayang di udara dan hendak meluncur di pipi Kim Joowon, “Keumanhae!” dan seseorang membuat peluncuran itu gagal. Suara itu, suara yang sangat sering bernyanyi dibenak si misterius. Suga spontan menengok sumber suara. Namun Jimin, Taehyung dan Suzy jelas saja spontan menengok Suga bukan sumber suara.

Siswi dengan rambut kucir satu datang sedetik sebelum Suzy meluncurkan telapak tangannya di atas pipi Kim Joowon. Siswi itu dengan cepat melindungi Kim Joowon.

“Kau? Aku benar-benar muak denganmu Kang Jiyoung! Minggir!” Suzy membentak. Dan sikap kasar Suzy hampir saja menyakiti siswi yang dipanggil Kang Jiyoung itu. Tangan lembut yang sangat jarang sekali menyentuh kulit Suzy berhasil menghentikan aksi Suzy. Suga dengan cepat membawa Kang Jiyoung pergi meninggalkan tempat itu.

***

Keheningan dalam mobil tak menimbulkan sebuah rasa kesal atau apapun di antara Min Yoonki dan Kang Jiyoung. Sebuah senyum kecil terukir manis di wajah Jiyoung, Siswi yang sudah sangat berlangganan menjadi korban kenakalan Suzy dan rekannya ini memang sudah lumayan dekat dengan Suga.

Kang Jiyoung melirik orang di samping kirinya dan hendak berbicara, namun niatnya untuk berbicara ia kurungkan karena ponsel orang yang akan ia ajak bicara bordering.

“Ne, yeobosaeyo?” dan Suga kini sibuk dengan teleponnya. Jiyoung hanya duduk manis di sampingnya mendengar apa yang Suga bincangkan dengan lawan bicaranya.

BIP! BIP! Mobil dari arah berlawanan terus menerus mengklakson.

BIP! BIP! Kang Jiyoung menengok ke jendela mobil, dan sesorang yang membawa mobil di sebelah menunjuk-nunjukkan telunjuknya ke depan. Kang Jiyoung sama sekali tak mengerti hingga—

CKIIIIIIIIT!

—Suga membanting stir mobil dan menabrak pembatas jalan. Sebuah benturan keras mengakhiri perbincangannya dengan seseorang di ujung telepon sana.

Samar-samar suara terdengar dan bayang-bayang orang mulai terlihat. Mereka mengerumuninya. Mengerumuni mobil yang menabrak pembatas jalan dengan dua orang di dalam mobil yang tak sadarkan diri, sedangkan terlihat tak jauh dari situ orang-orang juga mengerumuni sesuatu.

Mata yang tak lama terpejam itu kini terbuka, tanpa sebuah rasa sakit ngilu atau apapun Kang Jiyoung dibantu seseorang keluar dari mobil, dilihatnya Suga berlumuran dengan darah dan tak sadarkan diri. Namun rasa penasaran yang menghantuinya membawa Kang Jiyoung justru mendekati kerumunan di ujung jalan sana.

Kang Jiyoung mengorbitkan penglihatannya.

“Eomma!”

***

Malam itu Suzy terus menerus menyalahkan Kang Jiyoung di Kwang Jo Hospital. Park Jimin dan Kim Taehyung terus menerus berusaha menjauhkan Suzy dari Kang Jiyoung. Jiyoung itu sama sekali tak mengelak atas penyalahan Suzy pada dirinya. Gadis itu hanya terdiam dalam tunduk tanpa sepatah kata pun, dan mimik yang menggambarkan perasaannya.

PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat di pelabuhan yang salah. Tangan yang sudah terbiasa menyakiti orang yang tak berdosa itu kini mendarat kasar pada pipi sahabatnya sendiri, Kim Taehyung. Si rambut blonde yang cengeng itu sudah berusaha keras untuk menghentikan tindakan Suzy yang seharusnya tak ia lakukan pada Kang Jiyoung, namun jerih payahnya itu berakhir dengan sebuah tamparan yang menyakitkan.

Park Jimin spontan menyeret Suzy jauh dari tempat itu. Taehyung dengan mimik kesalnya kini menenangkan Kang Jiyoung yang sedari tadi berdiri dan menerima segala penyalahan Suzy.

“Duduklah.” Si cengeng itu duduk dengan terus mengusap pipi kirinya. Kang Jiyoung yang dimaksud untuk duduk justru pergi begitu saja meninggalkan Taehyung.

Jiyoung menatap lurus, nanar.

‘Sebenarnya ini terjadi karena kau! Kau yang membuatnya tak sadar dimana dia! Kau yang membuatnya lupa sedang apa dia! Dan kau yang membuatnya lupa sedang bersama siapa dia!’

Seharusnya kalimat itu keluar dari mulut Kang Jiyoung, namun siapa yang sangka siswi aneh yang tak pernah mengeluh karena ia sudah menjadi korban langganan ulah kejam Bae Suji dan teman-temannya ini, sama sekali tak pernah dan mungkin tak akan pernah mengucapkan kata-kata itu.

***

Air mata mengalir deras di pelipis Suzy, menggenggam erat tangan Suga, dan menyalahkan Suga mengapa ia menerima telepon itu. Jimin dan Taehyung hanya bisa berdiri dengan duka.

“Ini karena bocah itu! Jika bukan dia hal  ini tak akan terjadi.” Tuduh Suzy dengan nada tinggi.

“Jiyoung maksudmu?” Taehyung merespon, dan jawaban itu membuat Jimin menatapnya tajam.

“Siapa lagi jika bukan dia? Anak itu harus ku habisi!” ujar Suzy menyeka air matanya.

“Kau tak bisa menyalahkannya begitu saja.” Singkat Jimin sambil menyilangkan tangan di depan dadanya.

“Ini semua sudah jelas pasti perbuatannya! Kau tau dan lihat sendiri jika bocah itu sama sekali tak terluka! Bagaimana bisa ia tak terluka sementara Suga bisa seperti ini? Pasti ini kecelakaan yang terencana!” yakin Suzy dengan menekankan kata ‘terencana’.

“Kau lupa? Saat itu kau juga meneleponnya.” Sambung Jimin.

“Jadi, kau menyalahkanku, hah?” tolaknya  kasar. Taehyung sama sekali tak ingin bergabung dalam perdebatan bodoh itu. Matanya hanya tertuju pada sahabatnya yang terbaring di atas ranjang dengan lengannya yang dibalut perban. Seketika mata sipitnya itu membulat dan menggerakan tubuhnya untuk berlari menghampiri tubuh Suga.

“Yaa! Suga bangun!” teriak Taehyung sangat bahagia. Dua rekannya yang berdebat itu cepat mengerumuni Suga. Akhirnya si misterius itu melukis sebuah senyum di wajahnya. Anak itu tersadarkan. Bahagia sangat menyelimuti Suzy, akhirnya si evil juga ikut tersenyum.

“Kang Jiyoung?” Suga mengucapkan kalimat pertamanya setelah berjam-jam ia tak sadarkan diri. Sebuah pertanyaan yang lompat dari mulutnya itu ternyata menggores hati beku seorang gadis nakal Bae Suji. Senyumnya seketika pudar begitu mendengar nama itu. Tak satupun dari tiga sahabatnya itu menjawab pertanyaan Suga.

“Yaa! Kau hampir membuatku gila karena tak sadar-sadar!” alih Jimin dengan tawa lepas buatannya.

“Ne, michigeutta!” sambung Taehyung yang ikut bersandiwara dengan tawa basinya itu. Dan lagi-lagi sebuah senyum sederhana terlukis kembali di wajah Suga. Sibuk dengan pengalihan pembicaraan, Suzy meninggalkan tiga rekan tercintanya itu.

***

Langkah kaki itu entah akan membawanya kemana. Tapi gadis itu terus berputar-putar di Kwang Jo Hospital, hingga maniknya menangkap seorang gadis yang berdiri di depan pintu kamar jenazah. Perlahan langkah kakinya membawa ia mendekati gadis itu. Namun, langkah seorang detektif telah berubah menjadi langkah seorang warga yang mengejar pencuri.

BRAK! Tangannya mendorong tubuh lemah gadis yang berdiri itu, membuatnya tersungkur di lantai. Sebelum orang lain melihatnya cepat ia juga menarik tangan gadis tak berdosa itu dan menyeretnya ke suatu tempat dimana tak aka ada orang yang melihatnya.

BRAK! Lagi-lagi kekerasan ia lakukan. Tangannya menjambak rambut gadis itu sambil menatap kejam gadis yang diseretnya.

“Kau seharusnya tak dilahirkan di dunia ini! Kau seharusnya berada dalam neraka! Dan kau sama sekali tak pantas dicintai Suga! Musnahlah kau Kang Jiyoung!” bentak Bae Suji dengan menjambak keras rambut gadis yang dipanggilnya Kang Jiyoung. Siswi Kang Jiyoung tetap dengan wajah datarnya. Tanpa rengekan.

PLAK! Dan lagi tangannya kembali melayang juga berhasil mendarat di pipi mulus Kang Jiyoung.

Tes… Disusul setetes air mata Suzy. Seketika tubuhnya melemas, dan kini terjatuh. Kang Jiyoung hanya memandangnya datar, tanpa kata-kata ataupun mencoba untuk menanyakan apa yang terjadi pada Suzy.  Tak pedulinya ia meninggalkan Suzy sendirian di tempat itu.

***

Min Yoonki bangkit dari ranjangnya, dibantu Park Jimin. Tubuh lemasnya itu dipaksa untuk berjalan. Entah, entah kemana anak itu ingin pergi. Tapi ia memaksa keras Jimin untuk mengantarnya.

“Yah! Jika kau tak sanggup bergerak, sebaiknya kita kembali ke kamar saja.” Saran Jimin.

“Tapi aku harus pergi.” Jawabnya singkat.

“Ne, tapi kau mau kemana?” sambung Jimin dengan mimik menahan rasa kesal.

Tanpa sebuah jawaban gerak Suga membawa Jimin menuntunnya ke sebuah tempat, yang Jimin rasa ia sedang menuju kamar jenazah. Ya, benar sekali Suga memang bertujuan ke tempat itu. Untuk apa? Entahlah.

Seorang gadis berdiri di depannya, dengan kepala tertunduk. Suga menepuk bahu gadis itu. “Neon gwenchana?” tanyanya kala wajah Kang Jiyoung—gadis itu—tepat menghadapnya.

“Gwenchana.” Singkat Jiyoung, wajahnya tak menampakkan ekspresi apapun.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Suga bertanya lagi, dialihkan pandangannya pada pintu kamar jenazah yang tertutup rapat itu.

“Ah,” Jiyoung menggumamkan sesuatu, namun Suga tak bisa dengan jelas mendengarnya karena detik berikutnya pintu kamar jenazah itu terjeblak lebar. Derikan khas keranda kosong yang didorong oleh petugas rumah sakit terdengar ketiga insan yang mematung di depan ruangan itu.

Drek. Drek. Drek.

Berakhir di persimpangan koridor. Dua petugas beserta kerandanya berangsur menghilang dari pandangan biji mata ketiganya.

“Maaf, apa yang kau katakan tadi?” Suga menatap Jiyoung.

Sekian detik berlalu, Jiyoung membisu. Atau… memang tak ada niatan untuk menyahut? Yang jelas Suga dibuatnya bingung. Terlebih karena tatapan gadis itu yang lurus dan kosong, tertuju pada koridor bekas terlewati keranda mayat tadi.

“Kang Jiyoung…” Jiyoung tetap bergeming kendati Suga memanggil namanya. Setelah itu, Suga ikut bungkam. Karena sekilas ia menangkap raut kesedihan tercetak jelas di wajah manis Kang Jiyoung. Salah lihatkah?

“Yah, kau tidak dengar Suga bertanya padamu!” Jimin berceletuk. Suara tenornya menggemakan koridor yang senyap.

Tanpa menoleh atau apapun, Jiyoung melangkah pergi. Meninggalkan Jimin yang terbengong dan Suga yang termenung. Tapak sepatunya berulang-ulang, perlahan sayup dan tak terdengar. Masih termenung, Suga sadar sesuatu. Benar, perkiraannya benar. Itu raut sedih. Dan, itu mimik wajah pertama yang Suga lihat setelah setahun mengenal Jiyoung.

Jiyoung tengah sedih. Tapi… kenapa?

***

Choi Sooyoung, wanita berambut brunette tengah termenung di hadapan cermin-cermin besar yang memberinya refleksi. Ia bangkit, meliuk tangannya ke udara. Tatapan tajamnya beradu dengan bayangannya di cermin. Wajah sepucat kertas itu, membuatnya jengah. Dengan hati-hati ia berjinjit dan melangkah anggun—tarian white swan.

Prok. Prok. Prok.

Tepukan tangan dari arah belakang, membuat Sooyoung sejenak menghentikan gerakannya, mengambang. Sooyoung membalikkan tubuhnya dan seseorang yang mematung di ambang pintu tengah menatapinya dengan seulas senyum jenaka.

“Berhenti menguntitku, Yoon Doojoon.” Decih Sooyoung. Ia menyeka peluhnya kemudian menepi ke sisi ruangan untuk mengambil minum.

“Kau mengajar tari juga rupaya,” Doojoon mengangguk-angguk sok paham. Diam-diam ia menatapi wajah eksotis Sooyoung yang bercucur keringat. Sooyoung mengusap tetesan air yang melewati sudut bibirnya, kemudian ia menutup kembali botol minuman miliknya. Kenapa wanita itu bisa begitu menggiurkan dalam pose apapun? Sialan!

“Kelasku akan mulai dua menit lagi.”

Doojoon terdiam—berpikir sejenak. “Kalau begitu kita punya dua menit lagi untuk mengobrol.”

Sooyoung menghela napas—menyerah. “Terserah.” Tukasnya. Doojoon seketika mengembangkan senyum. Ia menang.

***

“Son Naeun?”

“Hadir.”

“Hong Yookyung?”

“Hadir.”

“Oh Hayoung?”

“Hadir.”

“Choi Sulli?” Tak ada sahutan. “Choi Sulli?” Sooyoung mengulang, dan hasil nihilnya sama. Manik bulatnya menelurusi ruang latihan tari itu, namun tak diperolehnya wajah manis milik anak perempuan bernama Choi Sulli itu. “Ada yang melihat Choi Sulli?” ditanyainya murid-murid itu. Beberapa anak menggeleng serempak.

Sooyoung menyerah, menghela napas pendek. “Baiklah, kita mulai latihannya.”

“Bagaimana dengan Sulli, Sam?” seorang anak perempuan berambut hitam legam sebahu—Son Naeun—mengangkat tangan, bertanya. “Kami datang bersama, tapi dia tak kembali semenjak dari ruang ganti.”

“Biarkan saja, dia membolos dan kerugian ada padanya.” Tak seratus persen Sooyoung yakin dengan ucapannya. Mau tak mau ia harus profesional sekali pun Sulli adalah putri dari kakak laki-lakinya. Keponakannya.

“Tapi…,” Naeun tampak ragu-ragu.

“Come on, let’s begin!” menitikberatkan perhatian murid-murid, Sooyoung bertepuk tangan sengaja di susul dengan para murid yang berdiri lantas mereka memulai latihan. “One, two, three!”

***

Sepeninggal dari kelas tari Sooyoung, Doojoon melangkah pelan menyusuri koridor gedung Anhyun yang dirasanya agak… kelam? Oh, gila. Mana mungkin bulu kuduknya merinding siang bolong begini.

Bruk!

Tubuh jangkungnya tertubruk salah seorang murid perempuan. Berbagai barang bawaannya terjatuh. Tas plastik putih itu mencecerkan beberapa makanan ringan dan camilan, juga ada beberapa kaleng soda. Murid perempuan itu membungkuk singkat dengan ucapan “Maaf” yang tidak terlalu terdengar jelas. Ia memunguti barangnya tergesa.  Lantas berlalu tanpa sempat Doojoon melihat wajahnya.

***

“Lama sekali, Bodoh!” umpat Suzy sedetik setelah Choi Sulli tiba dengan tas plastik berisikan pesanannya. Sulli membungkuk dan meminta maaf beberapa kali, dibalas decihan muak Suzy.

Park Jimin memain-mainkan topinya sambil menggumam, “Duabelas menit.” Ucapnya santai sembari mengamati jam dinding yang terpajang di ruangan kelas kosong itu.

Sulli gemetar, tanpa sadar ia menggigiti bibir bawahnya, mulai panik. “Mi… Mianhamnida, Sunbaedeul…”

“Berapa waktu yang kami berikan tadi?” Kim Taehyung bertanya lembut, kendati sisi mengintimidasinya lebih kentara. Ditatapnya Sulli dengan tatapan prihatin namun juga mengancam.

Serba salah, Sulli menjawab dalam tunduknya, “Li… Lima menit, Sunbae…” jelas itu kegilaan yang luarbiasa! Mana mungkin kau harus membeli belanjaan di minimarket yang jaraknya setengah kilometer dari sekolah tanpa kendaraan dan kembali lagi ke sekolah dalam tempo lima menit? Sinting!

“Kau tahu apa kesalahanmu?” Taehyung bertanya penuh maksud, ditiliknya ekspresi wajah Sulli yang dilanda kepanikan dengan teliti. Ada bagian kecil dirinya yang menyukai saat-saat seperti ini.

“Saya… Saya terlambat…”

“Hanya terlambat?”

“Tujuh… menit.” Sungguh! Sulli ingin menjatuhkan diri ke jurang daripada melihat smirk di wajah Taehyung setelah mendengar jawabannya. Taehyung memberi Jimin tatapan ambigu, lalu Jimin membisikkan sesuatu pada Suzy. Lantas Suzy tersenyum sinis ke arah Sulli.

Deg!

Bibir bawah Sulli semakin memerah saking kerasnya ia gigiti. Ia sukses ketakutan!

“Kau tahu apa hukumanmu, kan?”

Takut-takut, Sulli mengangguk patuh, dan kala itu pula jantungnya berdegup lebih kencang. Bahkan suara degupannya dapat ia dengar jelas memekakan telinganya.

Jimin menggesekkan paha Sulli yang terekspos dengan punggung tangannya pelan-pelan. Lalu jemarinya merayap sampai perut mulus Sulli yang masih terbungkus kaus oblong, mengelusinya. Sulli merasa lututnya lemas, ia luarbiasa ketakutan. Jimin mengeringai jahil melihat reaksi Sulli, dan Sulli tahu bahwa itu seringai terakhir dapat yang ia lihat dari Jimin. “Kau punya tubuh yang bagus… Hukuman untukmu, cukup kau dan aku saja.”

Taehyung bertepuk tangan. Suzy mengumbar senyum puas. Di sudut ruangan, Suga terduduk bertopang kaki sembari melayangkan pandangan tanpa ekspresi. Game start.

***

Pukul lima sore. Itu yang terpampang di arloji rolex Yoon Doojoon saat sekilas ia lirik. Masih setia menunggu di tempat parkir, berpangku tangan seraya bersandar pada mobil sedannya. Doojoon belum juga luluh semangat. Memang, seharusnya ia sudah pulang dua jam yang lalu karena sekolah sudah tak ada kegiatan. Namun perasaan aneh menderanya semenjak ia melangkahi keluar gedung sekolah. Entah apa. Hanya kejanggalan itu semakin menjadi terlebih Choi Sooyoung juga belum pulang—informasi yang di dapatnya dari penjaga sekolah—padahal kelas tari juga sudah lama berakhir.

Perasaan aneh ini… khawatir kah? Tidak, tidak. Doojoon menggeleng bodoh.

Ia langkahkan kaki beralaskan sepatu yang disemir hitam mengkilat itu menuju gedung, kembali memasuki gedung.

“Sonsaengnim!”

Kekhawatirannya terbukti. Bukan itu, bukan tentang Sooyoung. Namun perempuan bermarga Choi lainnya. Doojoon menghampiri Son Naeun—siswi yang tadi memanggilnya—dengan tergesa. Naeun bersusah payah memapah tubuh Sulli yang terkulai lemas di bahunya. Mimiknya menunjukkan kecemasan yang mendalam.

“Aku… aku menemukannya pingsan di toilet siswi.” Dengan suara bergetar Naeun berucap, ia hampir menangis. Peluhnya bercucuran entah karena tubuh Sulli yang terlalu berat dipapahnya atau karena alasan lain.

Sigap Doojoon mengambil alih tubuh Sulli, digendongnya lalu di dekapnya di depan dada. Satu nama hinggap di benak pria itu. Choi Sooyoung! Benar! Choi Sooyoung masih berada di lingkungan sekolah!

“Panggil Choi-sonsaengnim! Suruh ia temui aku di UKS!”

Naeun mengangguk lemah. Tak buang-buang waktu, ia segera berlari cepat menuju ruang guru setelah Doojoon sudah melesat lebih dulu ke Unit Kesehatan Sekolah.

Sepasang mata menyorot tajam, kejadian barusan terekam jelas di otaknya. Tanpa disadari siapa pun, ia berdiri membatu di balik tiang penyangga bangunan. Menyisakan memori-memori singkat perbincangan itu.

***

Choi Sooyoung membuka pintu ruang kesehatan dengan tergesa. Kabar dari Naeun sungguh bukan kabar baik. Itu buruk. Melebihi apapun itu yang terburuk. Sooyoung hampir menangis karena kelalaiannya. Choi Sulli ditemukan tak sadarkan diri. Dan, itu salahnya.

“Sulli…” suaranya serak, kentara sekali wanita ini sehabis menangis. Doojoon menatapi kedua Choi itu bergantian, prihatin.

“Kudengar Sulli keponakanmu,” tebak Doojoon. Sooyoung menggangguk kecil. Jika saja ia sedang dalam mood yang baik maka ia akan mendamprat siapa pun yang berani mencampuri urusan pribadinya, terlebih orang asing yang baru dikenalnya dua bulan. Tetapi beruntunglah Yoon Doojoon, tidak untuk sekarang.

Sooyoung mengelusi punggung tangan Sulli, kemudian menggenggamnya erat. Erat sekali. Yoon Doojoon dapat melihat pancaran kasih sayang tulus dari bola mata seorang Choi Sooyoung. Dan, yang beruntung mendapatkan itu adalah Choi Sulli.

Son Naeun datang menyusul beberapa detik kemudian, dengan napas terengah. Dia bahkan sudah menangis. Sooyoung dan Doojoon menanyai kronologis kejadiannya dan dengan terbuka Naeun mengungkap semuanya. Sejelas-jelasnya, sepengetahuannya.

“Aku sempat mendengar suara-suara aneh dari kamar mandi siswi saat aku hendak ke toilet. Aku bersembunyi di balik tembok dan beberapa menit kemudian orang-orang itu keluar. Tak ada suara aneh lagi setelahnya. Aku pun masuk. Tapi yang kutemukan malah Sulli dalam keadaan…”

Naeun menangis lagi, isakannya semakin tak tertahan. Sementara wajah Sooyoung merah padam, ia teramat marah. Sooyoung bisa menebak apa kelanjutan cerita itu. Doojoon yang melihat perubahan jelas raut muka Sooyoung, langsung menahan pundak gemetar Sooyoung dengan tangannya.

“Siapa orang-orang yang kau bicarakan?” tanya Doojoon.

“Suzy dan gengnya…”

***

A/N: hai aku balik lagi! cepet kan? kenapa?? soalnya part tiga itu baru masuk konflik dan kalau esponnya lumayan di part ini aku juga bisa cepet2 posting part tiganya ^^

oh iya, komennya jangan cuma ‘next’ atau ‘lanjut’ aja ya, setiap author itu pasti sakit hati kalau readernya cuma komen kayak gitu, kesannya bacanya ngasal dan terburu-buru kan?

jadilah beta reader yang mengkritik kelebihan dan kekurangan ff ^^

‘kay? ‘kay?

with love,

wufanneey

 

27 thoughts on “Jiyoung – Chapter 02”

  1. Masih bingung sama ceritanya (?)
    Suzy nya jahat kya gitu krna apa, abis itu judul sama isi nya sedikit gk nyambung #apa cuman perasaan ku aja kali ya (?)

  2. ugh suzy and the genk nyebelin bangeeet!!!! Itu si jiyoung kenapa ya? Ceritanya masih abu-abu.. Ditunggu lanjutannya^^

  3. maaf ya baru comment di part 2. ngebut soalnya._.

    halo! ini duet ff(?) nya keren banget;_;b
    konfliknya banyak ya._. judul ff nya jiyoung? ah makin penasaran._.a
    ya ampun sulli diapain tega banget sih suzy cs;_;

    seperti biasa, aku selalu suka cara penulisan ffnya hehe gak sabar nunggu chapter tigaaaa wohoo o/

  4. sesuai tulisannya ya eonni, NO CHILDREN.
    memang NC itu nggak selalu harus ada scene seksnya, misalnya kek ff ini. bahasanya berat banget dan ini nc model terbaru -_-
    sekali baca aku nggak ngerti, tapi kalo dibaca dengan teliti lagi, konflik dan feelnya itu dapet banget.
    gimana bengisnya suzy, oonnya jimin, cengengnya taehyung, misteriusnya suga yang bikin klepek-klepek penasaran, no emotionnya jiyoung, humorisnya dujun sampai dewasanya sooyoung aku bisa bedain jelas.
    pokoknya ditunggu kelanjutannya!
    oh iya, maaf baru bisa komen di chappie dua, eonni ^^

  5. suumpah baca ff ini geregetan sendiri sama gengnya suzy ._.
    suzynya ya gitu, pengen dicintai siga tapi ga mau berubah -_- maunya apaa??
    kok kayaknya korban gengnya suzy banyak banget ya?
    kasihan sulli, sulli habis diapain emang?
    kok kayaknya disini soo masi belum jadi pemeran utama ya kayaknya?
    nextnya ditunggu kok fani 😉
    jangan kelamaan 🙂

    1. suzy and the genk kan emang hobinya ngebully orang.
      jadi ya korbannya banyak, mau senior junior atau seangkatan, kejem emang ya tuh anak empat ckckck

  6. Jiyoung keenapa? Eommanya meninggalkah gara2 kecelakaan?
    Omooo sulli kasian bangett 😦
    Suzy and genk ko jahatt banget sih

  7. Aku baca terbalik dari chap 4-3-2,,,,,
    Emosi,,,????? Jelas,,,,,
    Ceritanya bagus,,,,, feel nya dapet,,,,, cuman,,, cast nya…..
    Jimin bias utamaku di BTS, dan bias k-3 ku setelah doojoon & B.I,,,, dia ibarat adek kecilku (malah curhat)
    Rasanya sangat sakit baca karakter jimin disini,,,,,
    Adek kecilku tiba2 jadi berandalan, pemerkosa, rasanya seperti mau gila,,,,, tapi penasaran sama kelanjutannya,,,,
    bisakah author perbaiki imej jimin di akhir cerita,,,,???????
    terakhir salam kenal deh buat authornya, beneran deh ceritanya keren (kecuali karakter jimin)
    yang di part4 sulli mati juga bacanya merinding beneran,,, ngikut ngebayangin suasana toilet sekolah dengan genagan darah & sesosok mayat….
    *harusnya aku coment d part 4 sih,, tapi menurutku psikopatnya kang jiyoung kalo nggak min yoongi*
    terakhir,,,,aku minta maaf kalau ada kata2 yang kurang berkenan.^^

  8. Author… Ffnya keren sekali. Ngomong2 saya suka sikap Suga disini sangat misterius dan beda dari ketiga teman gengnya yang lain. Ffnya mantap ! Next ya thor ^^

Leave a reply to ji Cancel reply