Fluff, Romance

Stolen Cat – Chapter 9

stolen cat chapter 4

Stolen Cat – Chapter 9

Written by winterchan (@gelshaa)

Luhan, Choi Sooyoung, Kwon Yuri, Oh Sehun

PG-15 | Chaptered

Romance, College-Life

Plot & Graphics © Winterchan

 Why do I have this strange feeling?

***

Terlihat dua orang perempuan tengah berargumen di dalam sebuah gedung bioskop. Yang satu tinggi, yang satu tak kalah tinggi. Mereka sama-sama tengah terduduk di salah satu kursi yang disediakan di dalam gedung. Dua gelas cola ditaruh di atas meja di hadapan keduanya.

“Yuri-ya, aku ingin Captain America!” Gadis yang tinggi masih terus mempertahankan pilihan nomor satunya, sementara yang satu lagi tidak menyerah atas pilihannya.

“Tidak, Sooyoung. Divergent lebih seru. Four sangat tampan, Soo. Kau harus melihatnya!” Yuri keukeuh, ia ingin sekali menunjukkan betapa tampannya Four pada Sooyoung, sementara gadis bernama Sooyoung itu malah tidak peduli dan meminum colanya dalam sekali teguk.

“Tapi Captain America adalah film yang paling ditunggu,” ucap Sooyoung tetap pada pilihannya. Sudah lebih dari 10 menit keduanya masih menentukan film apa yang akan mereka tonton di hari Minggu ini. Padahal sekitar 10 menit lagi baik film Divergent maupun Captain America akan diputar.

Kegiatan yang tidak berguna, mereka bisa saja memilih salah satu film dan kembali pada esok hari untuk menonton yang satunya. Tapi toh keduanya tidak berfikiran seperti itu. Di tengah suasana yang hampir seperti perdebatan, muncullah orang yang baik Yuri maupun Sooyoung kenal dengan baik, menghentikan debat Sooyoung Yuri yang tiada habisnya.

“Hai.” Sapaan yang cukup datar, tapi bisa dikategorikan ceria jika dilihat wajah orang yang menyapanya.

Yuri dan Sooyoung menolehkan kepalanya masing-masing untuk melihat siapa gerangan yang telah menghentikan perbincangan tidak penting mereka.

“Sehun!” ucap Sooyoung hampir histeris. “Hai. Kebetulan sekali ya bertemu kalian di sini, jadi kalian di sini untuk apa? Bisa aku bergabung?”

“Divergent.”

“Captain America.” Jawab keduanya hampir bersamaan. “Sebenarnya aku di sini untuk Captain America,” ucap Sehun membuat pengakuan.

Mendengar itu, Sooyoung tersenyum penuh kemenangan. Sooyoung mengangkat tangannya, mengajak Sehun untuk melakukan high-five kemenangan, sementaraYuri mengangguk pasrah. 2:1 ia sudah kalah telak.

“Ngomong-ngomong kau sendiri? Sehingga tiba-tiba datang dan meminta bergabung, makannya cari pacar!” cerocos Yuri di saat ketiganya melangkah berjajar hendak membeli tiket. Omongannya terdengar semakin tidak masuk akal, mungkin gadis berkulit gelap itu masih kesal terhadap Sehun, yang notabene telah membuatnya harus merelakan film Divergent idamannya.

“Nah itu dia, sebenarnya aku bersama seseorang. Tapi dia sulit sekali untuk kuajak menonton Captain America. Jadi kutinggalkan dia di toilet.”

Baru saja dibicarakan, orang yang dimaksud Sehun tiba-tiba muncul di depan ketiganya, dan Sooyoung tidak terlalu terkejut mendengarnya, ia sudah menyangka dari awal Sehun pasti datang bersama sahabat karib satu-satunya itu. Tapi jika ia sudah tahu dari awal, kenapa tidak menolak ajakan Sehun yang meminta dirinya untuk ikut bergabung? Jika biasanya ia akan menolak karena tahu Luhan –lelaki yang datang bersama Sehun– bersamanya, kini ia membiarkan saja. Sooyoung juga tidak tahu kenapa, merasa tidak enak pada Sehun? Bisa saja.

“Maksudmu dia yang kau tinggalkan di toilet?” tanya Yuri.

“Sehun bisa kau jelaskan kenapa kau meninggalkanku? Kenapa kau bersama kedua gadis ini?”

Sooyoung melirik Luhan dengan ekspresi ‘annoyed’ nya. Seolah pertanyaan itu menunjukkan bahwa Luhan merasa risih akan kehadiran keduanya.

“Oh jadi kau tidak terima temanmu bersama aku dan Yuri? Ayo pergi Yul-ah, kehadiran kita tidak diinginkan,” ucap Sooyoung sarkastik.

“Hey bukan itu maksudku!” sela Luhan.

Yuri dan Sehun sontak menggelengkan kepalanya bersamaan. Seriously, hubungan mereka hampir membaik, apa akan terjadi lagi peperangan dingin? Sehun menyenggol bahu Luhan dengan sikutnya, berusaha mengkodei Luhan.

“Hyung, ada apa denganmu? Jangan memulai pertengkaran,” bisik Sehun. Sebenarnya bukan maksud Luhan berbicara seperti itu. Entah hanya saja kata-kata itu terpeleset dan begitu saja keluar melalui mulutnya yang kadang-kadang sulit dijaga.

“Err maaf bukan maksudku mengusir. Hanya saja kehadiran kalian tidak terduga.” Ah sial Luhan memang tidak pandai merangkai kata, alasan yang dibuatnya malah semakin menunjukkan dia adalah orang yang bodoh. Memangnya bioskop itu semacam pemakaman yang sepi?

Hyung, aku meminta bergabung dengan mereka berdua, karena mereka adalah temanku, kau tidak keberatan bukan?” ucap Sehun disertai cengiran yang tak kunjung pergi dari wajah tampannya.

“Oh tentu saja tidak.”

“Tapi hyung,” ucap Sehun ragu, mengingat bahwa Luhan lebih ingin melihat Divergent ketimbang Captain America, “kami sudah mumutuskan untuk membeli tiket Captain America, kau tidak keberatan bukan?”

“Apa?! Aku keberatan! Divergent dulu baru Captain America!”

Sooyoung yang sejak tadi diam tiba-tiba melotot. Apaan ini? Keras kepala sekali! Tidak bisakah ia hanya menurut saja? Dan akhinya argumen sesi kedua terjadi di antara keramaian yang menimbulkan orang-orang yang berlalu lalang melihat kearah mereka dengan pandangan ‘diamlah-kalian-membuat-keributan!’ Bahkan hampir terjadi perang dunia ketiga akibat Sooyoung dan Luhan yang sama-sama tidak mau kalah dan gencar mempertahankan pilihannya.

Akhirnya 5 menit berlalu dan belum ada yang mau mengalah. Karena film diputar sebentar lagi, kegiatan argumen mereka berakhir dengan dipilihnya salah satu judul film horror. Tidak ada pilihan lain.

Begitu memasuki studio 1, Sooyoung langsung menempatkan diri di samping Yuri, sementara di sebelah Sooyoung adalah Sehun. Luhan duduk di paling ujung.

Oh no, Sooyoung tidak sanggup jika harus menonton film horror sampai habis, kadang baru saja film dimulai Sooyoung akan menutup matanya sepanjang film diputar.

Yuri bukanlah sahabat yang bisa diandalkan jika itu ada sangkut pautnya dengan film horror. Yuri tidak akan peduli pada sahabatnya, toh ia sendiri malah sering sibuk dengan kegiatannya menutup wajah dengan tas yang dibawanya selama film ditayangkan.

Benar saja, baru 15 menit film ditayangkan, Sooyoung sudah menggunakan kedua telapak tangannya untuk menutup mata. Sooyoung benar-benar ingin mengutuk Yuri karena memilih film menyebalkan ini. Dia sendiri kan penakut, kenapa harus meilih film horror ketimbang film lain?

“Yul kenapa memilih film hantu sih?” tanya Sooyoung jengkel, mengingat pilihan Yuri benar-benar sulit diterima akal sehat Sooyoung. Yuri kan tidak lebih pemberani dari Sooyoung!

“Habis kau dan Luhan tidak bisa berhenti adu mulut. Kau pikir aku akan membiarkanmu bertengkar dengannya sampai bioskop tutup, huh?”

Sooyoung mengangkat bahu tidak peduli, lalu mulai sibuk menutup matanya kembali. Dirasanya seseorang menyenggol pelan bahunya dari sebelah kanan dan Sooyoung menoleh sebagai respon.

“Kau mau menutup matamu sampai film habis, Noona?” tanya Sehun.

“Ohaha aku tidak punya nyali bahkan hanya secuil,” jawab Soyoung jujur.

“Setidaknya kau harus menonton sedikit, dan hanya menutup matamu jika hantunya datang saja.”

Sooyoung meringis. Untuk mendengar suara-suara mengagetkannya saja Sooyoung sudah tidak sanggup, apalagi melihat? Sooyoung pernah mengalami trauma, jika ini bisa disebut trauma. Ia pernah menonton film hantu bersama saudara-saudaranya dulu ketika ia masih tinggal bersama orang tua, dan seusai film berakhir Sooyoung bahkan menjadi seorang penakut yang lebih-lebih dari sebelumnya. Bahkan untuk ke dapur mengambil minum di malam hari saja ia selalu minta diantar Soojin, kakaknya.

Butuh waktu setidaknya dua minggu untuk menghilangkan rasa takut berlebih yang dimilikinya, juga untuk menghapus wajah si hantu dari otaknya yang kadang-kadang memiliki daya ingat yang kuat jika itu menyangkut hantu.

Apalagi sekarang, ia tinggal sendiri di kota. Mau minta antar siapa jika di malam hari ia ingin buang air kecil atau sekedar mengambil minum? Ugh membayangkannya saja Sooyoung sudah tidak mau.

Sooyoung baru saja akan menjawab tawaran Sehun ketika dirasanya ponsel yang ia simpan dalam saku celananya bergetar. Terpampang tulisan one new message beserta tulisan Soojin di bawahnya.

Sooyoungie, pukul 10 malam nanti aku akan ada di rumahmu. Kakak ada urusan kantor di Seoul. Jangan keberatan oke. Bye, love you.

Sooyoung hampir memekik kegirangan. Oh betapa Sooyoung mencintai kakak satu-satunya ini. Ia bagaikan malaikat yang selalu datang ketika Sooyoung membutuhkannya atau bahkan jika Sooyoung hanya memikirkannya. Setidaknya jika Sooyoung tiba-tiba teringat film hantu ia akan meminta untuk tidur bersama Soojin.

Mengingat Soojin akan datang malam ini, Sooyoung mulai mengumpulkan keberaniannya untuk setidaknya melihat layar maha lebar di hadapannya.

Diliriknya Yuri di sebelahnya yang juga serius menatap layar, hanya saja tas selempangnya itu masih setia berada di hadapan wajah Yuri, menutupi sampai batas hidungnya, berjaga-jaga kalau-kalau si hantu muncul tiba-tiba.

Kini ia melirik ke kanan, Sehun masih serius seperti tadi. Oh my, wajah seriusnya itu sungguh tampan. Entah Sooyoung yang terlalu bodoh, atau memang ia yang telat menyadari.  Sooyoung beralih ke sebelah Sehun, lelaki berambut coklat absurd itu tengah sibuk memperhatikan layar maha lebar itu, tapi jangan lupakan tangan kanannya yang bahkan lebih sibuk dari kedua matanya, sibuk menjejal-jejalkan popcorn ke dalam mulutnya tanpa henti. Oh lihatlah bahkan belum selesai ia mengunyah, tangannya sudah kembali mengambil popcorn dan menjejalkannya ke dalam mulutnya yang sebenarnya masih penuh. Dasar idiot!

Luhan menjadi manusia terpelit, ia bahkan enggan untuk membagi popcorn itu dengan siapapun, sekalipun itu adalah Sehun, sahabatnya sendiri. ‘Cih, dasar rakus.’ Pikir Sooyoung tanpa berkaca bahwa dirinya sendiri lebih rakus.

Popcorn itu belum juga habis semenjak film dimulai. Wajar saja, popcorn itu ukurannya jumbo sekali, sehingga sangat menggoda Sooyoung untuk merebutnya dan memakannya sampai habis. Tapi sayang, kehadiran Sehun di tengah-tengah keduanya menghalangi gadis itu untuk bisa merebut popcorn jumbo yang digenggam erat oleh Luhan.

Sooyoung kembali fokus pada layar di depannya. Oh my, saat-saat menegangkan mulai tiba. Entah hanya perasaan Sooyoung saja atau ini dirasakan oleh semua orang, sepertinya di setiap film hantu, waktu malam terjadi lebih cepat dan lebih lama ketimbang waktu siang.

Beberapa detik pertama tidak ada masalah.

Detik selanjutnya juga belum ada masalah.

Sampai detik berikutnya, sound effect mulai menggelegar dan hantu mulai beraksi. Sehingga mau tak mau untuk meredam teriakannya agar tak keluar dari mulutnya, Sooyoung reflek meraih lengan kiri pria di sebelahnya. Sedangkan Sehun membiarkan si pelaku penarikan –Sooyoung– menjadikan lengannya sebagai objek untuk menyembunyikan wajahnya, toh Sehun sudah mengerti karakter wanita seperti Sooyoung jika sudah menonton film seperti ini.

Dalam diam, pria yang duduk tepat di sebelah Sehun –Luhan– mati-matian berusaha tidak peduli pada apapun yang Sooyoung lakukan. Tapi akhirnya tetap tidak bisa. Biar ia sibuk mengunyah popcorn, matanya justru tak lagi tertuju pada layar maha lebar itu, melainkan pada gadis yang meringkuk di sebelah sahabatnya.

Luhan benci mengakuinya, tapi Luhan sedikit merasa menyesal membiarkan Sehun duduk di sebelah Sooyoung.

‘Wtf? Lupakan, aku tidak peduli’

Luhan kembali sibuk memelototi layar yang menampilkan si hantu berwajah seram sedang menghantui seorang perempuan. Melihatnya secara fokus seolah benar-benar berani, tapi toh Luhan tidak pernah benar-benar berani. Luhan bisa saja menonton film horror sampai habis dan bertingkah seolah film itu sama sekali tidak seram baginya, tapi begitu sampai  rumah, ketika ia sendiri, bayangan-bayangan hantu itu akan muncul di kepalanya dan membuatnya jadi parno sendiri.

Yeah setidaknya ada popcorn yang bisa mengalihkan Luhan dari adegan-adegan menyeramkan di hadapannya. Ya, Luhan tidak pernah bisa fokus pada dua kegiatan yang berlangsung secara bersamaan sekaligus. Sehingga walaupun Luhan menatap ke depan tanpa berkedip, tetapi sungguh ia hanya fokus pada apa yang dimakannya saat ini.

“Sehun! Kau yang menyuruhku membuka mata, kau harus bertanggung jawab jika aku menjadi orang yang sangat parno setelah ini,” pekik Sooyoung sambil menutup telinganya rapat-rapat.

Sehun malah tertawa mendengarnya, “Lihat aku bahkan meminjamkan lenganku untukmu, apa kita impas sekarang?”

Ugh faktanya, Luhan benci ketika kedua bola matanya lagi-lagi bergerak kearah di mana Sehun dan Sooyoung tengah berada dengan keadaan Sooyoung yang sedari tadi tidak membiarkan lengan Sehun untuk lepas dari cengkeramannya.

Saat masih asik bergelut dengan fikirannya, tiba-tiba dalam sekejap popcorn tercintanya hilang dari pangkuan sang pemilik. Makanan itu diraup seseorang di sebelahnya. Luhan hampir saja protes ketika Sehun memotongnya duluan. “Luhan-hyung, aku pinjam dulu ya popcorn nya. Aku janji akan membayarnya,” ucap Sehun dengan cengiran yang menyebalkan bagi Luhan, “tapi kalau aku ingat ya.” Belum juga memperoleh kata persetujuan, Sehun justru memberikan popcorn ukuran jumbo itu pada wanita di sebelahnya.

Noona, kau mau popcorn?” Sehun mungkin sudah tidak sanggup melihat Sooyoung yang sudah dilanda ketakutan tingkat dewa sehingga ia harus melakukan sesuatu.

Mata Sooyoung berbinar, ia mengangguk tanpa berpikir. Tentu saja! Popcorn itu adalah incarannya sejak tadi, dari awal Sooyoung memang hendak membelinya, tapi melihat Luhan sudah beli duluan, mengurungkan niat Sooyoung. Ia pikir Luhan akan membaginya.

Sooyoung melepas genggamannya di lengan Sehun dan mengambil popcorn itu. Dilihatnya isinya yang baru habis setengah. Sooyoung langsung memakannya dan tak lupa berbagi pada teman sebelahnya yang sibuk menutup wajah dengan tas selempangnya.

Luhan meringis, habis sudah riwayat popcorn miliknya di tangan Sooyoung dan Yuri. Ia sudah pasrah. Tidak mungkin ia berdiri lalu berjalan kearah duo itu dan merebut makanan itu kembali. Bisa bisa ia diprotes orang-orang karena menghalangi pandangan.

Luhan semakin badmood, mengingat Sehun bahkan rela melakukan itu demi mengalihkan perhatian Sooyoung dari rasa takut. Tapi Luhan sendiri benci mengakui merekalah yang membuatnya badmood tingkat dewa.

***

Sooyoung terduduk di atas sofa berwarna putih miliknya dengan tenang, seraya tangan kanannya memegang remot dan ibu jarinya memencet-mencet tombol remot tersebut. Hm tidak ada acara yang benar-benar asik di jam seperti ini. Sooyoung melirik jam dinding, lima menit lagi Choi Soojin –kakaknya– akan datang.

Sooyoung baru saja pulang sekitar 15 menit yang lalu. Bersama Luhan. Iya, bersamanya. Salahkan Yuri yang tiba-tiba harus pulang duluan karena kabar adiknya dilarikan ke rumah sakit akibat demam berdarah. Walaupun rencananya mereka akan makan terlebih dulu di McDonalds, tapi Sooyoung juga tidak bisa menyalahkannya, toh kesehatan adiknya lebih penting. Sooyoung juga tidak bisa menyalahkan Sehun yang tiba-tiba ingin pulang duluan karena berita kepulangan ayahnya ke rumah setelah selama 2 bulan berada di luar negeri.

Baik Sooyoung maupun Luhan adalah sama-sama penumpang gratis yang hobi nebeng di mobil sahabatnya. Jadilah mereka terlantar dan akhirnya memutuskan pulang bersama naik bis umum. Yang membuat Sooyoung bingung sampai saat ini adalah Luhan yang tiba-tiba bilang ‘hey aku benci padamu’ saat di bis tadi. Ya, ia sendiri tahu, tadi dirinya dan Luhan sempat bertengkar soal Captain America dan Divergent saat di bioskop tadi. Tapi apakah itu alasan yang cukup untuk Luhan membenci Sooyoung? Ia pikir hubungannya dengan pria chinese itu sudah cukup membaik.

Di saat tengah sibuk melamun, bel pintu rumahnya berbunyi. Sooyoung buru-buru tersadar dan langsung melesat menuju pintu depan.

Terpampanglah Choi Soojin mengenakan mantel berwarna cokelat dengan koper hitam di genggamannya setelah pintu terbuka sempurna.

“Sooyoungie!”

Unnie!” Terjadilah adegan dramatis antara kakak dan adik, mereka berpelukan seolah sudah lama sekali tidak bertemu, di samping fakta bahwa Soojin baru saja mengunjungi rumah Sooyoung dan menginap selama beberapa hari satu bulan yang lalu.

Eonni, kau tidur di kamarku ya selama di sini,” ucap Sooyoung ketika mereka sudah berada di ruang tengah. Soojin mengernyit heran. Tidak biasanya Sooyoung memintanya tidur bersama.

“Biar kutebak, kau habis menonton film horror?”

Dan pertanyaan itu dibiarkan menggantung dengan Sooyoung yang hanya menunjukkan cengiran sebagai jawaban.

“Ngomong-ngomong kenapa kesini? Rindu padaku, ya?” tanya Sooyoung.

“Urusan pekerjaan kantor. Bos memintaku dan beberapa rekan kerjaku bertugas di Seoul selama seminggu. Well sedang ada proyek besar.”

Sooyoung mengangguk mengerti. “Hoam perjalanan yang cukup panjang membuatku lelah. Aku ingin tidur, kajja tidur Sooyoung-ah!” Sooyoung mengangguk semangat, ia rindu sekali tidur bersama Soojin seperti ketika keduanya masih kecil, Sooyoung masih duduk di bangku SD saat itu.

***

“Sooyoungie?”

Ne?”

“Aku harus pergi mengurus proyek perusahaan kantorku. Apa tidak apa-apa aku membawa kuncinya? Ya kecuali jika kau mau rumahmu dibobol pencuri.”

“Tidak apa-apa Soojin eonni.”

“Jangan khawatir, lagipula aku akan pulang sebelum jam 4 sore. Pukul berapa kau pulang?”

“Aku akan pulang agak telat hari ini, aku sama sibuknya denganmu Soojinnie.”

“Baiklah, hubungi aku kalau kau tidak jadi pulang telat ya!”

“Hubungi aku juga kalau kau pulang lebih dulu ya!”

Klik. Sooyoung akhirnya mengakhiri panggilannya dengan sang kakak –Soojin– setelah kelas berakhir dan sebelum ia benar-benar berjalan keluar dari kelas.

Sooyoung melangkah santai membiarkan kedua kaki jenjangnya menuntun dirinya mencapai ruangan perpustakaan milik kampus. Di sebelahnya Kwon Yuri juga berjalan seiring dengan langkahnya Sooyoung.

Sooyoung butuh beberapa referensi untuk tugas barunya yang diberikan ketua klub, sehingga mengharuskannya pergi ke perpustakaan walau ia sendiri malas bukan main, belum lagi cuaca yang agak kurang bersahabat sejak pagi, langit gelap namun belum juga turun hujan. Dan sebagai sahabat yang baik Yuri tentu akan menemaninya.

Sooyoung membolak-balik buku yang ia taruh di atas meja, sementara buku-buku tebal sejenis tertumpuk tepat di sebelah buku yang ia buka. Yuri di seberangnya sibuk membaca novel, tidak berniat membantu Sooyoung karena menurutnya tugas itu sangat menjengkelkan. Sooyoung tengah fokus pada layar laptopnya, sementara kesepuluh jarinya menari di atas keyboard.

Yuri mengecek jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, bersamaan dengan berderingnya ponsel berwarna putih yang tergeletak di atas meja. Yuri buru-buru mengangkat panggilan tersebut setelah melihat nama yang terpampang di layar. Itu ibunya.

Sang ibunda tidak akan menelpon Yuri jika itu tidak terlalu penting. Oleh karena itu Yuri berasumsi ada hal penting yang harus diberitahu ibunya.

“Halo. Ah ye? Oh arasseo eomma, iya aku kesana sekarang.” Yuri menutup panggilannya dan beralih menatap Sooyoung dengan pandangan menyesal.

“Sooyoung-ah, aku harus pulang. Ibuku ada urusan dan aku harus bergantian menjaga adikku di rumah sakit.” Sooyoung mendongak, menghentikan pekerjaannya sejenak.

“Ya? Pulanglah Yul, jangan pikirkan aku, dan sampaikan salamku pada adikmu, semoga cepat sembuh.”

“Bagaimana dengan kau? Kau yakin pulang sendiri?” tanya Yuri ragu, “kau bisa mengambil buku-buku itu dan meminjamnya untuk beberapa hari.”

Sooyoung tidak pernah mau lagi meminjam buku dari perpustakaan, satu pun ia tidak mau, apalagi banyak. Kejadiannya adalah setiap ia meminjam buku, buku itu selalu hilang dan tidak pernah ketemu, menyebabkan Sooyoung selalu merogoh koceknya untuk membayar denda atas hilangnya buku. Mrs. Park bahkan sudah hapal betul wajah Sooyoung akibat dirinya yang tidak pernah mengembalikan buku saat tenggang waktu tiba.

“Ah tidak, buku-buku itu akan hilang jika aku yang pinjam. Hei pergilah Yul, aku membawa payung jadi jangan khawatir,” Sooyoung tersenyum manis untuk meyakinkannya.

“Baiklah, aku pergi ya.”

***

Pukul 06.30 PM adalah sederet angka yang Sooyoung lihat ketika ia terakhir mengecek jam tangan kecil di tangan kirinya. Sooyoung sudah berada di luar gedung dan tengah berlindung di bawah naungan atap. Hujan pertama di musim panas mengguyur kota dengan sangat deras, setelah sebelumnya cuaca berlangsung buruk hampir sepanjang hari. Sooyoung meggerutu kesal. Ternyata ia meninggalkan payungnya di rumah, padahal ia yakin sekali tidak melupakan payung berwarna kuning itu, tapi begitu ia mengorek ke bagian tasnya yang terdalampun benda kuning itu nihil, tak kunjung ditemukan.

“Ah sial!”

Apa aku harus menerobos hujan? Sooyoung perlu berfikir dua kali untuk itu, menorobos hujan dengan resiko absen di hari esok, atau stuck di tempat ini sampai malam tiba. Oh my, seingatnya tidak ada lagi mahasiswa atau mahasiswi berkeliaran di jam seperti ini. Hanya menyisakan dirinya sendiri dan seorang petugas kebersihan yang sekarang entah di mana. Sekolah ini terlalu luas untuk menemukan dimana sesosok pria berumur kepala empat itu berada.

Sooyoung menoleh ke belakang, sepi sekali. Hanya suara hujan bras bres brus yang terdengar. Sooyoung bergidik, entah karena dingin atau takut. Tapi ia tiba-tiba saja ingat film horror yang ia tonton minggu lalu. Sial. Ternyata Sooyoung belum sepenuhnya melupakan film sialan itu. Hari semakin malam dan ia jadi penasaran apakah Soojin sudah pulang atau belum.

Soojin belum menghubunginya, tapi mengingat Soojin yang berkata ia akan pulang sebelum jam 4 sore meyakinkannya bahwa Soojin sudah berada di rumah. ‘Ah bagaimana kalau Soojin khawatir karena aku belum juga pulang di waktu yang sudah malam ini?’ Ah baiklah tidak ada pilihan lain, tidak peduli jika esok hari ia akan meringkuk lagi di kamar.

Sooyoung berancang-ancang bersiap menerobos hujan untuk mencapai halte yang berjarak sekiranya 50 meter dari bagian paling luar kampus ini. Baru saja Sooyoung mencondongkan badan dan mengangkat kaki kirinya untuk berlari, ia merasakan sebuah tangan menarik tangannya sehingga tubuh Sooyoung tertahan dan tak mampu bergerak maju.

Sooyoung terkejut, tapi tak berani melihat ke belakang. Dirasanya tangan yang menyentuh kulit lengannya itu dingin bukan main.

“Tidaaak! Jangan bunuh aku! Kumohooon!” pekik Sooyoung takut. Sooyoung tidak mau mati konyol di tangan hantu, layaknya yang ia tonton minggu lalu.

“Siapa yang mau membunuhmu, idiot!” Tunggu, Sooyong mengenal suara ini. Merasa bahwa orang tersebut tidak berbahaya, Sooyoung membalikkan badannya.

Sooyoung menghembuskan nafasnya lega, benar-benar plong melihat siapa yang kini bersamanya, setidaknya itu bukan sosok yang aneh-aneh.

“Oh hanya kau Luhan. Astaga aku hampir jantungan.”

“Ternyata sebuah film berefek besar pada hidupmu ya,” ucap pria itu disertai tawa.

“Lupakan!”

Sooyoung hendak berlari, melanjutkan niatnya yang tertunda akibat kehadiran Luhan yang tidak terduga tadi. Tapi lagi-lagi terhenti karena Luhan menarik kembali lengannya. Oh Sooyoung bahan baru menyadari tangan Luhan yang tak kunjung lepas darinya sejak tadi.

“Jangan melakukan hal bodoh, kau memangnya mau absen lagi selama sekian hari hanya karena menerobos hujan?” Sooyoung hampir jantungan mendengar bagaimana Luhan tiba-tiba khawatir akan dirinya.

“Tapi aku harus pulang, Luhan.” Luhan tak menjawab, ia justru membuka tasnya dan merogoh ke dalam ransel hitam tersebut lalu mengeluarkan sebuah payung. Luhan kemudian membuka payungnya. Sooyoung bahkan harus menahan tawanya melihat payung Luhan yang bergambar batman itu.

“Jangan tertawa! Aku mencurinya dari kamar sepupuku yang berumur 7 tahun, tahu!” tegas Luhan sebelum Sooyoung mulai berfikiran aneh-aneh, “kajja!”

Sooyoung hampir mati terkena serangan jantung dibuatnya. Bagaimana tidak? Luhan melingkarkan tangan kanannya di bahu kanan Sooyoung, menariknya mendekat hingga bahu keduanya berdempetan, sementara tangan kirinya memegang payung bergambar batman tersebut.

“Jangan sekali-kali mencoba protes. Payung ini tidak akan ada gunanya jika kau jauh-jauh dariku, bajumu akan tetap basah terkena cipratan air, belum lagi payung ini tidak terlalu besar.” Sooyoung hanya terdiam keheranan menyikapi sifat baiknya yang muncul begitu saja, padahal baru kemarin Luhan berkata pada dirinya ia membenci Sooyoung. Dasar labil.

Beruntunglah mereka karena ketika keduanya sampai di halte terdekat, bis datang tidak lama setelah mereka datang.

Begitu kedua pasang kaki mereka menapak jalan dan bus telah pergi menjauh. Sama seperti sebelumnya, lagi-lagi Luhan meletakkan tangan kanannya di pundak gadis tinggi tersebut, menjaganya agar tak jauh-jauh dan membuat dirinya basah kuyup karena hujan belum juga mereda, bahkan semakin lebat, seolah Luhan adalah ibu yang tak ingin anaknya jatuh sakit.

Setelah memasuki komplek, pria chinese itu rela berjalan lebih jauh untuk mengantar sang gadis yang sejak tadi diam, entah memikirkan apa. Memang tidak ada pilihan, payung Luhan hanya satu, kalau ia meninggalkan Sooyoung tepat di depan komplek perumahan, rasanya percuma saja sejak tadi ia berbagi payungnya.

Sooyoung buru-buru membuka pagar rumahnya lalu melesat menuju pintu depan. Sedangkan Luhan berdiri tidak jauh darinya sambil masih memegangi payung bergambar batman tersebut. Tangan Sooyoung bergerak meraih gagang pintu. Tapi nihil, pintu tak bisa dibuka, terkunci. Bahkan hingga dirinya memencet bel berkali-kali, Choi Soojin yang janjinya akan ada dirumah sebelum pukul 4 sore itu belum juga membukakan pintu. Padahal jarum jam sudah menunjuk pada angka 7, sedangkan jarum panjangnya menunjuk pada angka 6.

Melihat Sooyoung yang masih tetap tinggal di depan pintu rumahnya sendiri, Luhan jadi penasaran. “Ada apa?”

“Oh, bisakah kau tunggu di situ sebentar, sepertinya ada sedikit masalah,” ucap Sooyoung yang tengah merogoh tasnya, mencari benda tipis kotak berwarna putih itu.

Ponsel itu berdering bersamaan dengan ditemukannya benda itu. Nama Choi Soojin terpampang di layar widescreen ponselnya. Lekas ia mengusap layar tersebut dan menempekan benda itu pada telinganya.

Sooyoungie,” belum sempat Sooyoung bahkan mengucapkan halo, Soojin sudah menyelanya duluan begitu panggilannya diangkat

Sooyoung, maaf baru menghubungimu sekarang. Apa kau sudah pulang?”

“Sudah.”

Aku masih di kantor, pekerjaan disini tidak bisa ditinggalkan bahkan untuk sebentar saja, jadi aku tidak dapat menelfonmu sejak sore.”

“Huaaa Soojinnie, aku tidak bisa masuk ke rumahku sendiri, cepatlah pulang!”

Ah, tunggu aku di rumah Yuri temanmu itu saja! Aku akan pulang sekitar pukul 10 malam. Jadi ya, maaf ya hehe. Bye!” panggilan diputus sepihak. Memiliki kakak yang super duper sibuk memang kadang merepotkan, seperti apa yang tengah dialami Sooyoung sekarang ini. Hari sudah malam dan hujan deras menyulitkannya pergi kemana-mana. Menuju rumah Yuri setidaknya harus naik bus satu kali.

Sooyoung menyimpan ponselnya lalu berbalik menatap Luhan yang sejak tadi berdiri dengan pandangan yang seakan meminta penjelasan.

“Luhan-ah, aku ikut ke rumah mu ya? Tenang saja, begitu kau sampai di rumah, payungmu aku pinjam,” jelasnya. “karena sepertinya aku harus menumpang di rumah Yuri sampai kakak menyebalkan itu datang.”

Lelaki itu mengangguk mengerti. Lalu kejadiannya sama seperti tadi, berjalan berdampingan hingga bahu keduanya bersentuhan, dengan tangan Luhan yang berada di atas bahu perempuan bermarga Choi itu, sampai keduanya tiba di rumah Luhan.

“Berikan payungmu,” tagihnya.

“Memangnya siapa yang mau meminjamkan?” ujar Luhan cuek. “Apa?” Sooyoung jadi kesal sendiri, lelaki ini memang tidak bisa diandalkan. ‘Meminjam payung saja tidak dibolehkan, yang benar saja.’

“Kau tega membiarkanku berlari di bawah hujan yang gila ini? Oh ayolah aku harus ke rumah Yuri sekarang!” Sooyoung geregetan.

“Memangnya siapa yang mengizinkanmu berlari di cuaca seperti ini?” Luhan masih tetap berkata seolah tidak peduli. Ia membuka pintu rumahnya santai, menyimpan sepatunya di rak lalu melangkah masuk seraya menyeret-nyeret Sooyoung untuk ikut masuk ke dalamnya.

“Hey hey!” Sooyoung mencoba protes. Ia cuma minta dipinjamkan payung, bukan masuk ke dalam rumahnya!

“Untuk apa menyusahkan dirimu sendiri jauh-jauh pergi ke rumah Yuri? Rumahku masih satu wilayah denganmu, idiot!” Kesadaran kemudian hinggap di kepalanya, ah benar juga!

“Tapi tidak perlu menyebutku idiot juga, idiot!” Tanpa dititah, Sooyoung sudah memposisikan dirinya duduk di atas sofa berwarna cokelat yang berada di ruang tengah, sementara kedua matanya menjelajahi setiap sudut rumah yang tidak terlalu besar namun tertata rapi tersebut. Terus terang, ini adalah kali pertama Sooyoung menjejakkan kakinya di lantai rumah pria chinese itu. Dan tak menyangka rumah tersebut tertata rapi mengingat rumah itu dihuni oleh seorang lelaki, dan pada umumnya lelaki itu memiliki imej ‘berantakan’.

“Kau tinggal sendiri?”

“Tidak, di sini ada beberapa penunggunya.”

Sooyoung bergidik ngeri. “Serius?”

Luhan tertawa mengejek. “Tentu saja tidak.” Sedangkan Sooyoung memberinya tatapan sebal. Luhan lalu menghilang di balik pintu berwarna cokelat yang Sooyoung duga adalah kamarnya, meninggalkan Sooyoung terduduk di ruang tengah.

Tidak lama, Luhan kembali. Sudah dengan pakaiannya yang terganti dengan pakaian rumah. Kemudian Luhan sudah sibuk di dapur kecilnya, menciptakan suara klontang-klenteng hingga terdengar dari tempat di mana Sooyoung berada.

Tidak lama, Luhan kembali dari dapur membawa dua gelas cokelat panas dengan asap yang masih mengepul di kedua tangannya, menaruh salah satunya di meja, lalu meminum yang satunya lagi.

“Untukku?”

“Tidak, itu untuk Sehun, aku akan memberikan itu padanya esok hari,” jawab Luhan tenang. Sooyoung mendengus kesal lalu meminum segelas cokelat panas itu tanpa dititah. Maksudnya kan hanya basa-basi, tapi Luhan sama sekali bukan orang yang menyenangkan.

“Apa aku tidak apa-apa di sini sampai kakakku pulang? Maksudku, Soojin baru akan datang setelah malam larut.” Sooyoung sendiri merasa tidak enak, merepotkan orang lain. Belum lagi, barangkali Luhan mau beristirahat sepulangnya dari kampus namun tertahan karena Sooyoung berada di rumahnya, bersamanya. Dan lagi, Sooyoung itu perempuan, sedangkan Luhan itu laki-laki, rasanya sangat awkward berada di rumah Luhan sampai larut malam.

“Tidak, kau harus bayar setelah ini. Menumpang tidak gratis, Choi.” Sooyoung mendengus untuk yang kesekian kalinya. Sooyoung bersumpah! Berbicara serius dengan Luhan sama melelahkannya dengan lari marathon 1000 meter.

Klik. Luhan menekan tombol pada remot, sehingga TV menyala. Sambil keduanya duduk berdampingan di atas sofa, juga sambil meneguk cokelat panas, Luhan mulai menyibukkan diri pada tontonan yang disajikan di TV miliknya.

Saluran favorit Luhan, saluran yang menayangkan acara olahraga seperti futsal kini telah ditayangkan. Dan bagi Sooyoung, saluran olahraga sama membosankannya dengan menonton acara gosip, tapi ya mau tak mau Sooyoung ikut memelototi saluran olahraga tersebut, biarpun ia tak menaruh minat sedikit pun.

Gelas cokelat panas milik Sooyoung sudah kosong, habis bahkan hanya dalam sekian menit. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam dan rasa kantuk juga lelah menyergap Sooyoung habis-habisan, belum lagi tayangan olahraga berjudul futsal ini membosankan bukan main, sehingga rasa kantuk meningkat dua kali lipat.

“Hoaaahm.”

Sooyoung menguap untuk yang kesekian kalinya.

Akibat tak mampu menahan serangan rasa kantuk, akhirnya Sooyoung membaringkan tubuhnya pada sofa empuk tersebut, menjadikan bantalan sofa sebagai penyangga kepalanya. Kedua kaki jenjangnya ia tekuk, kedua tangannya ia tempatkan di bawah kepala. Kebetulan, Luhan sudah pindah pada sofa yang satunya, sehingga Sooyoung bisa menggunakan sofa tersebut sebagai tempat tidur sementaranya.

Tayangan futsal sudah habis, diliriknya Sooyoung kini tertidur lelap. Luhan lalu meilirk jam dindingnya. Pukul 9 malam.

Melihat posisi Sooyoung yang meringkuk, Luhan beranjak dan berlalu ke kamarnya, lalu kembali seraya membawa selimut bergambar Manchester United. Meletakkannya di atas tubuh Sooyoung hingga menutupi sampai bahu.

Seolah ada sesuatu dari dalam hati yang menggerakkan perasaannya, kini tangan Luhan juga bergerak mengusap-usap surai cokelat gelap milik Sooyoung. Sebuah senyuman terlukis di wajah tampannya melihat bagaimana wanita itu tertidur tanpa beban seolah berada di rumahnya sendiri.

Setelah itu Luhan lalu menyalakan laptopnya, mengotak-atik apapun yang ada di dalamnya. Apapun itu, selama itu dapat membuatnya tetap terjaga sehingga ketika kakak dari gadis itu menghubungi, ia bisa segera membangunkan gadis itu. Berlama-lamaan dengannya bisa membuat Luhan sedikit gila.

Luhan hampir saja jatuh tertidur jika saja suara dering ponsel milik Sooyoung tidak memekakan kedua telinganya, Luhan menyempatkan diri melirik jam dinding terlebih dahulu. Pukul 10.15. Jadi sepertinya kakak dari Choi Sooyoung ini telah tiba di rumahnya.

Klik. Luhan mengangkat ponsel Sooyoung yang terletak di atas meja.

“Sooyoung, aku sudah di rumah!”

Yeoboseyo.”

Suara di seberang sana terdiam sejenak. “Eh oh, ini siapa ya?” Mungkin sedikit bingung mengapa yang mengangkat ponsel adiknya ini memiliki suara berat dan sangat ‘tidak-perempuan’

“Luhan, teman satu jurusan Sooyoung.”

Sooyoung ada bersamamu?” tanya perempuan yang ternyata 3 tahun lebih tua darinya itu.

Luhan sekali lagi menolehkan kepala dan melirik Sooyoung yang masih terlelap, tampak Sooyoung tidak bergerak sejak tadi, sekalipun suara ponsel itu cukup nyaring sebenarnya.

“Ya, aku akan mengantarnya pulang.”

Begitu panggilan diakhiri, Luhan kembali menaruh benda itu di atas meja. Dilihatnya lagi Sooyoung yang tampak sangat tenang dan seakan tidak bisa diganggu. Luhan sebenarnya tidak tega membangunkannya, tapi apa boleh buat, kakaknya terdengar khawatir saat di telfon.

Luhan mulai menggoyangkan bahu Sooyoung pelan-pelan. Sooyoung melenguh pelan sebagai respon.

“5 menit lagi, ibu.” Luhan tertawa mendengarnya. “Aku bukan ibumu.” Sooyoung mau tak mau membuka matanya pelan, dan hampir saja ia teriak melihat wajah Luhan yang berada di depannya, jika tidak ingat ia memang sedang berada di rumahnya.

Mata Sooyoung menyipit, memperhatikan jam yang bergantung di dinding. Sudah jam 10 lebih. Tapi sungguh Sooyoung tidak mau meninggalkan sofa yang tiba-tiba jadi super enak untuk ditiduri ini.

Bruk. Sooyoung sengaja mengambrukkan diri di sofa itu lagi. Tentu saja, siapapun akan merasa puyeng jika baru berapa jam tertidur, tapi dibangunkan. Rasanya sungguh menyiksa.

“Ya! Jangan tidur lagi!”

Luhan menepuk-nepuk pipi gadis itu kali ini. Dan Sooyoung lagi lagi terbangun, masih dengan mata yang menyipit, sepertinya ia benar-benar tidak ikhlas untuk bangun sebentar lalu melanjutkan tidurnya di rumah sendiri. Sooyoung kini terduduk, memperhatikan selimut Manchester United yang menutupi tubuhnya dengan pandangan penasaran. Ia tidak ingat kalau tadi ia sempat mengambil selimut saat sebelum tidur tadi.

“Luhan, tadi aku tidak kurang ajar kan memasuki kamarmu dan mengambil selimut bola ini?” Sooyoung bertanya was-was, takut-takut kalau ia lupa sebenarnya tadi dirinya mengigau lalu sleep walking dan berjalan dengan tidak sopan ke kamar pribadi milik Luhan dan mengambil selimut miliknya juga.

“Aku yang mengambilnya, Choi.” Sooyoung memang tidak menyangka Luhan akan melakukan hal baik semacam itu terhadapnya. “Oh begitukah?”

Ne, cepat bangun tadi kakakmu menelpon, dia bilang dia sudah di rumah. Maaf aku menjawab panggilan yang seharusnya tidak kujawab.”

Sooyoung lagi-lagi melenguh malas. Rasanya ini adalah posisi ter-pw yang pernah ia rasakan di atas sofa. Entah mungkin sofa berwarna cokelat ini memiliki sihir atau semacamnya.

Dengan wajah mengantuk yang sangat kentara, dan kedua mata yang hanya terbuka setengah, Sooyoung mengulurkan tangan kanannya, meminta bantuan untuk bangkit dari posisi ternyamannya ini. Lalu Luhan dengan cekatan menarik Sooyoung dengan tangan kanannya juga.

Tapi mungkin karena tenaga Luhan yang terlalu besar, dan Luhan yang menggunakan tenaganya secara berlebih, belum lagi Sooyoung masih dalam keadaan limbung, ia menariknya terlalu keras untuk ukuran tubuh Sooyoung yang ringan, dan belum dikuasai kesadaran penuh itu, sehingga akibatnya tubuh Sooyoung tertarik ke depan dan langsung menubruk lelaki chinese di depannya, menyebabkan Luhan terdorong ke belakang karena tak kuasa menahan tubuh Sooyoung yang masih limbung, juga dirinya yang belum siap akan kejadian seperti ini.

Akhirnya keduanya terjatuh bersama-sama. Sooyoung terjatuh tepat di atas tubuh pria chinese yang tampak menderita itu, jika kau bertanya. Untungnya lantai ruang tengah dilapisi karpet beludru yang lembut, sehingga kepala Luhan tak terbentur terlalu keras.

Sooyoung terkejut bukan main, kedua matanya yang tadi sulit sekali terbuka kini melotot secara natural. Luhan di bawahnya juga tak jauh berbeda, jantungnya berdegup kencang sementara hati dan perasaannnya seperti terguncang akibat kejadian tidak terkira ini. Hanya saja Luhan sedikit bisa mengontrol ekspresi wajahnya, sehingga tidak terlalu mencerminkan perasaan tidak karuannya.

Sooyoung mengerjapkan matanya beberapa kali, masih berusaha meyakinkan apa yang ada di depannya ini. Sesosok Luhan yang kini bahkan terbaring tanpa jarak dengannya, hanya wajah keduanya lah yang terpaut jarak, hidung mereka bahkan hampir bersentuhan.

Luhan akhirnya ikut mengerjap-ngerjapkan matanya seperti apa yang Sooyoung lakukan, berusaha memberi kode pada gadis yang menindihnya kini. Entahlah, Luhan hanya bisa main kode sekarang, pita suaranya tidak berfungsi karena sejak tadi tak mengeluarkan sepatah katapun. Mungkin masih dalam kondisi yang terguncang.

Sooyoung buru-buru tersadar, ia langsung bangkit begitu melihat betapa mengenaskannya Luhan. “Astaga, Luhan. Maafkan aku!”

Luhan benar, berlama-lama dengan gadis ini bisa membuatnya gila.

Luhan hanya mengangguk-angguk seraya bangkit hingga posisinya kini terduduk. Ia kini mengusap-ngusap sikut kanannya yang adalah objek pertama yang mencium lantai. Sooyoung yang melihat itu langsung berlutut dan ikut memperhatikan sikut kanannya yang memiliki nasib naas tersebut.

“Besok warnanya pasti berubah jadi biru. Luhan, maafkan aku! Aku tidak sengaja. Sungguh!” Sooyoung sudah siap menerima amukan atau jadi sasaran amarah Luhan saat itu. Tapi yang ia terima justru Luhan yang tertawa pelan seolah kejadian itu bukanlah apa-apa.

“Aku yang menarikmu terlalu keras, Choi! Aku tidak menyangka berat badanmu seringan ini,” ucap Luhan. “dan.. apa kau baik-baik saja?” Sooyoung masih belum terima dengan penjelasan Luhan, sehingga pandangan khawatirnya itu belum juga pergi dari wajahnya.

“Kau yakin? Apa kepalamu mengalami gegar otak? Kau ingat aku? Coba sebutkan namaku!”

Luhan menghela nafasnya, sebelum dia memegang kedua bahu Sooyoung dengan kedua tangannya, lalu menatap lurus ke arah kedua mata indah yang kini berada di depannya.

“Choi Sooyoung, kau ingin pulang tidak? Aku akan mengantarmu.” Pria itu lalu bangkit dan meleos, menunggu Sooyoung di pintu depan. Sooyoung tanpa sadar tersenyum kecil, mungkin hanya Tuhan yang tau ia tersenyum. Ia kemudian bangkit berdiri dan menyusul Luhan yang telah terlebih dulu menunggu.

“Sebenarnya kau tidak perlu mengantarku, kau sendiri yang bilang rumah kita ini dekat.” Sooyoung lagi-lagi merasa tak enak, ia sudah banyak merepotkan pria berkebangsaan China itu.

“Tidak baik wanita berada di luar rumah malam hari, berbahaya,” Luhan menanggapinya dengan santai, “aku tidak mau berita ‘hilangnya gadis bernama Choi Sooyoung korban penculikan’ jadi headline di koran besok. Belum lagi polisi akan menginterogasi pria tampan bernama Luhan karena orang yang terakhir kau temui adalah aku.”

Sooyoung mendengus risih mendengar kata ‘pria tampan’ keluar dari mulutnya begitu saja.

***

Rumah bercat putih kini sudah di depan mata. Sooyoung berniat masuk ke rumahnya tapi Luhan lagi-lagi menghalang kepergiannya.

“Lain kali, jangan lupa membawa payung biarpun ini musim panas. Hujan di musim panas kadang tidak bisa diprediksi.” Sooyoung termenung sejenak, menyerap setiap kata yang dilontarkan Luhan melalui otaknya, sebelum akhirnya terserap melalui hatinya juga, sehingga entah mengapa hatinya jadi terasa hangat.

“Oke!”

“Lain kali, kalau rumahmu terkunci lagi, rumahku hanya beberapa blok dari milikmu.” Sooyoung mengangguk pelan. Kemudian ia teringat sesuatu.

“Ah Luhan, kemarin kau bilang kau benci padaku. Apa kau benar-benar membenciku?”

Luhan terdiam sejenak, berusaha menggali memorinya dan kejadian minggu lalu berhasil ia dapatkan. Duh, Sooyoung kan tidak tahu alasan mengapa Luhan berkata padanya begitu. Luhan tahu sekali, ia mengatakan itu karena ia terus-terusan mengingat bagaimana dekatnya Choi Sooyoung dengan Oh Sehun di bioskop waktu itu, sehingga membuatnya badmood tingkat dewa.

“Ahah itu, lupakan! Aku tidak serius mengatakannya.” Luhan tersenyum awkward, tetapi berhasil meyakinkan Sooyoung bahwa Luhan memang tidak serius.

“Oh satu lagi, lain kali kalau kau berniat menonton yang horror-horror kau harus pergi bersamaku!”

“Eh kenapa?” Sooyoung memberinya pandangan ingin tahu. Sebenarnya kita bisa menangkap sesuatu dari ucapan Luhan. Tapi sayang, Sooyoung tidak pintar menangkap kode.

“Tidak-tidak! Lupakan!” Luhan menggerutu, merutuki mulutnya yang sering tidak bisa dikontrol itu.

Baik Luhan maupun Sooyoung sama-sama terdiam, mungkin ingin mengatakan sesuatu tapi lupa. Akhirnya Luhan lah yang membuka suara kembali.

“Sooyoung-ah, tadi kau tidur di atas sofa cukup lama. Mungkin badanmu bisa pegal-pegal, jadi um…” Luhan terdengar ragu mengatakannya, mungkin bingung antara lebih baik diucapkan atau tidak. “Jadi kau harus tidur dengan posisi benar di atas kasur, jangan melakukan hal yang sama seperti tadi di rumahmu.” Luhan menepuk-nepuk pundak gadis bermarga Choi itu dengan satu tangannya.

Sooyoung memicing, mengalihkan perasaannya yang tiba-tiba gugup mendadak. Juga rasa-rasanya seperti ada yang menggelitik perutnya.

Cukup sudah! Luhan sudah terlalu baik hari ini, Sooyoung tidak mau keesokan harinya terkena jantungan akibat sikap Luhan yang bisa dibilang ekhem perhatian.

“Kau perhatian sekali. Tapi baguslah, aku lebih suka Luhan yang sekarang, bukan Luhan dulu yang ehem menjengkelkan.” Pria chinese itu lalu membalasnya dengan tersenyum aneh, sehingga Sooyoung jadi bergidik melihatnya.

“Oh, satu lagi. Terima kasih ya tumpangannya, Luhan! Aku akan masuk sekarang, sampai jumpa!” Sooyoung berbalik arah, lalu meleos pergi memasuki rumahnya. Namun sebelum benar-benar pergi Luhan telah lebih dulu berteriak. “Besok aku akan menagihmu sebesar 1000 won. Menumpang tidak gratis, Choi.”

“Berisik, Luhan!”

–To Be Continued–

***


**)
Fyuuh akhirnya chapter 9 udah rilis, kemungkinan bakal udahan di chapter 10 nih. Muehehe. Btw ini ff chapter terpanjang lho yang pernah aku bikin, biasanya aku kalo bikin itu cuman sekitaran 3000-4000 words. Terus maapin ya kalo ini hancur banget, aku udah lama ga nulis, terus emang lagi rada ga mood gimana gitu. Maaf juga nih kalo poster ffnya absurd-absurd ga jelas iyuwh gimana gitu, aku nyerah deh kalo harus bikin poster yang fancy-fancy, aku ga bisa bikin yang lebih dari ini.

Tapi ya as always, kalo gak sengaja baca pun, komen tetep diharuskan yaa.

Oke aku pamit, bye! 🙂

67 thoughts on “Stolen Cat – Chapter 9”

  1. Aku lagi kebosanan nunggu iklanya Mahabarata eh g sgaja baca ada post-an terbaru di dasbor Stolen cat udah rilis,duh girang bingit aku ^_^ ..
    thankyu udah post ..

    Aye.. ayee suka adegan di bioskop, Someone is jealous haha wah wahh uda ada something nih di Luhan, Sooyoungnya kapan ya?

    Khusus untuk chapter ini, kuberi 4 jempol deh sama penulisnya, lucu keren banget. Setiap adegan” sebenarnya memang simple,tp bikin yg baca ngakak 😀

    Sooyoung Dan Luhan ! go…go . Semangat ya buat hubunganya. Ngakak puolll lihat kalian disini, duh lucunya ^^ .
    Kalian ini kaya Monryong & Chunyang deh :D, bertengkar mulu tp saling suka. Jadi ngarep gimana endingnya, terlalu tinggi dinding kegengsian mereka, ga kebayang ending bakal kek gimana, semoga seru makin KDS ya^^

    Ayo ditunggu kelanjutanya, aku setia menanti ^^ .
    Kurang Afdol rasanya kalau blum baca Chapter 10. Chayoo Gelsha …

    1. seneng deh liat komen kamu kak 😀
      sooyoung nya gatau deh, mungkin cuman dia yang tau mhahaha
      ah makasih kak ❤

      tetap nantikan ya ^^
      sip sip thanks for reading ya kak 😀

  2. Lu bisa ga, ga ush perhitungan kya gitu.. Ampun deh…
    Aaaa luhan kode ciyee kode itu.. Ahaydeh luhan..

  3. Hueee… ini maniiissss banget sumpah! senyum senyum ndiri baca tingkah luhan yang berubah 180° beda dari awal awal. kelanjutannya ditunggu. hwaiting!

  4. Lagi sibuk ngerjain tugas kuliah malem-malem tiba-tiba ngelihat ini.Pas adegan di bioskop gue udah ngakak berat.Ini persis banget sama kejadian yang pernah gue alami (Nonton sama cewek).Yah itu emang berat banget.Setuju gue sama penggambaran disini.Cewek emang secara naluriah ribet banget milih film.Padahal yang bayar juga bukan mereka.Hehehe gak mama kan curcol (Karena gak papa sudah terlalu mainstream).

    Gila ngakak abis.Seru banget ceritanya.Baru kali ini gue mau cerita gak tamat-tamat.Biar bisa baca terus

    “Hei aku benci padamu,”

    Ini semacam tagline cerita favorite gue.Semacem kata-kata terkenal di the heirs.Haha favorite banget.Luhan gak jelas ih.Ih amit-amit

    1. wahahah ini adegan juga diambil dari kisah nyata pas aku nonton bareng temen. milih film ga selesai selesai xD
      beneran nih seru? makasih hehe 😀

      muahaha kesian luhan dikatain gaje xD

  5. lucu shaa, sumpah. itu mereka berempat waktu adu argumen di bioskop labil banget seriusan….
    luhan udah kode kode tapi sooyoung nya masih polos tak tahu apa-apa hahaha xD
    Yuri comblangin mereka cobak!
    ah sayang banget part 10 udahan, jangan dong…

    1. hehe itu sama labilnya kaya kalo aku lagi sama temen /curhat/
      sooyoung mungkin sok polos xD
      insya allah nanti disulap jadi mak comblang deh
      hehe maapin yak, aku pengen ini cepet udahan soalnya udah ada ide buat ff lagi 😀
      btw thanks for reading ya! ^^

  6. aaa.. sumpah ini ff lucu terus itu si syo pura2 polos kali ya :/
    oh iya pas TBC nya luhan pelit amat ya 😀
    Next part di tunggu

  7. Wahaa wahaa wahaa wahaa.. Akhirnya keluar lanjutan cerita yang ditunggu tunggu.. Daebak ceritanyaa.. Luhan uda mulai adaa rasaa ciee ama soo… Paling suka adegan waktu soo udah mulai pulang dari kampus bareng luhan.. So sweeeeeeeeet bgt ituuuuu.. Semoga endingnya ngga kalah sooo sweeet dari ini.. Fighting fighting 👍💪

  8. Ditunggu sekian lama berjuta2 tahun (?Alay deh) akhirnya muncul juga..
    Hahahaha..Luhan cemburu nih klo Sooyoung sama Sehun deket..
    Next chapter lebih cepat update~♥

  9. Like bgt sama chap ini. Atuhlah greget ih sama Sooyoung. Ga peka gitu. Apalagi Luhan sosweet gilaak. Next ah jangan lama xD

      1. Sebenernya ini komen ku panjang, tapi mungkin karna komen pake hp kali ya jadi kepotong gitu -.- aku mau komen lagi ah -.- adegan yang di bioskop itu sooyoung sebenernya lucky bgt gitu sebelahnya ada sehun, aku nonton film horror di bioskop di tengah2 orang pacaran -__- liat kanan pacaran, liat kiri pacaran. Malah curhat aduh >< Luhan itu gapaham perasaan sendiri yaaa, sooyoung juga ga peka err greget/? ku tunggu part selanjutnya kak 😀

  10. Aww aww luhan cmburu ni yeeh wkwk soo eon dket sm hun oppa wkwk..
    Ecieee soo sm luhan so sweet bgt… Semoga kalian bersatu’-‘ wkwk..lanjut part 10 thor!!! NEXT!!! 😀

  11. Huaa like this ff sooyoung luhan sosweet, sehunnya dikemanain huhu.. Gpplah soohan jg bias cocok juga hehe..lanjut thor! Gue pen soohan jadian#maksa wkwk..next yow

Leave a reply to mrn Cancel reply