Family, Friendship, Romance, School-life

To Go To School – First Shot

image

Cho Hika’s Presented

“To Go To School”

Starring by Kim Jong In / Kai, Choi Sooyoung and other supporting cast(s).

With feelin’ School-life, Romance, Friendship and Family.

And rated for T.

As long as Twoshot.

*

Poster Credit : Phoenix from Busan

*

Disclaimer : Cast(s) belong to God. But plot is purely mine.

*

A/N : Terinspirasi dari Drama Korea “Dream High”, “School 2013” and “God Of Study”. But, overall is only an imagination from my mind.

*

“Tentang keluarga, cinta dan cita.” – To Go To School

*

Rollin’ and action !

*

Siapa yang mengerti kehidupan seorang Kim Jong In?

Siapa yang tahu alasan dibalik warna ‘hitam’nya?

Siapa?

Entah siapa ~

Tapi kita semua yakin, hanya dia dan Tuhannya yang tahu.

“Kai-aa~” Sahut seorang gadis bersurai cokelat mendekat menghampiri pria yang dipanggilnya Kai.

Kai menoleh. Sorot matanya yang selalu tajam memang tampak seperti topeng. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu yang entah apa.

Gadis itu pun ikut terduduk dikursi depan ruang kelas. Wajahnya ceria, bertolak belakang dengan wajah lawan bicaranya. “Selamat pagi, Kai-aa!” Ucapnya.

Kai hanya mengangguk lesu.

“Sudah mandi belum?”

Respon Kai semakin tidak bagus. Ia menyipitkan sebelah matanya serta menahar gertakan giginya. “Tidak perlu bertanya hal yang bukan-bukan.” Buka Kai datar.

“Hahaha…” Lawan bicaranya tertawa puas. Ia tahu betul bahwa akan seperti ini jadinya. Kai memang sedikit emosional. Tapi gadis ini justru senang menggodanya. “Kau pasti belum mandi ya? Tuh lihat! Kulitmu masih hitam. Hahaha..”

Sang gadis bertubuh mungil itu lantas memasuki kelas dan meninggalkan Kai yang sudah bosan dengan lelucon yang selalu terlontar dari mulutnya itu.

Bel masuk belum berbunyi. Kai pun masih terjaga ditempat duduknya. Sampai seorang wanita berpenampilan dewasa berjalan melewatinya.

Semerbak harum lavender menyeruak indra penciuman Kai. ‘Menarik’ batinnya.

Siapa dia?

.

“Selamat pagi anak-anak. Halo~ Selamat pagi.”

Guru Shim berusaha mengalihkan perhatian murid-murid kelas 12 B.

Entah kenapa murid-murid disini tampak acuh.

Ya, sopan santun mereka memang dibawah rata-rata.

Guru Shim Changmin lantas menunduk memohon maaf pada seseorang disampingnya.

Guru Choi Sooyoung, adalah guru baru yang akan mengajar sekaligus menjadi wali kelas disini.

Sementara Guru Shim adalah Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan.

“Anak-anak, mohon perhatiannya sebentar!” Seru Guru Shim.

Sama sekali tak merubah suasana.

Kelas ini begitu gaduh. Dan seakan murid lah yang pegang kendali.

Coba kita lihat disudut kanan depan. Disana Kai!

Sedang asyiknya melukis diatas kertas dibagian belakang bukunya.

Bukan hobinya memang. Hanya saja, daripada harus membuang tenaga untuk ikut dalam kegaduhan, lebih baik ia mencari kesibukan sendiri.

Lain hal nya dengan Tao, teman sebangkunya. Dia selalu asyik berkutat dengan Kamera SLR nya.

“Lihat!” Ucap Tao sembari menunjukan hasil jepretannya pada Kai.

Sialnya!

Tao tak sengaja menyenggol lengan kanan Kai sehingga terjatuhlah pensil berwarna hitam milik Kai.

Pensil itu terlepas dan menggelinding sampai menyentuh kaki Guru Choi yang masih berdiri tegak.

Kembali pada Guru Shim. Rupanya ia masih kebingungan untuk menenangkan murid-murid ini.

Tiba-tiba saja ditengah kegaduhan itu, Kai mengacungkan tangannya.

“Ada apa Jongin?” Tanya Guru Shim frustasi. Belum selesai ia membuat murid-murid tenang, tiba-tiba murid nakal yang satu ini mengacungkan tangan.

“Pensilku terjatuh.” Ujar Kai.

Guru Shim dengan tatapan ‘tanda tanya’nya masih menunggu kelanjutan kalimat yang terlontar dari mulut Kai.

“Bisa kau ambilkan?”

Jleb!

Guru Shim seperti ingin meledak saja.

Mau ditaruh dimana lagi muka Guru Shim lantaran malu karena terbilang gagal mendidik murid-muridnya?

Sungguh tidak sopan.

“Kau ini! Jaga sikapp-”

Guru Shim menghentikan bicaranya dan melongo melihat Guru Choi tengah terjongkok mengambil pensil milik Kai.

“Lihat!” Seru salah seorang murid.

Bak gerakan slow motion, Guru Choi melakukan adegan dengan lambat. Entah dengan maksud apa.

“Kurasa dia mungkin akan menjadi guru yang lembek.” Ujar salah seorang siswa meremehkan.

Oh My! Dia sangat baik!” Sahut murid lainnya.

“Dan cantik.” Tambah seorang murid lelaki.

Tap tap tap…

Langkah Guru Choi yang terbilang cukup mantap itu bergema seisi ruang kelas yang seketika hening.

Heels berwarna burgundy itu meninggalkan suara yang cukup menarik perhatian. Meskipun lebih tepatnya, sikap Guru Choi lah yang lebih menarik perhatian.

Disetiap langkahnya, disetiap tatapannya sangat terlihat mantap. Hingga sampailah ia dihadapan Kai. “Ini pensilmu?”

“Ya.” Jawab Kai datar.

Sooyoung mengangguk, sok paham.

“Kembalikan.” Lanjut Kai sambil menggenggam tangan Guru Choi dengan tatapan menggoda serta dengan sentuhan tangannya yang bergerak mengaluri pergerakan tangan Guru Choi. “Tanganmu lembut juga.”

Guru Choi tersenyum disatu sudut. Dan dengan perlahan ia melepaskan tangannya dari tangan Kai. “Terimakasih atas sambutan hangatmu ini…” Sooyoung melempar pandangannya pada nametag Kai. “Kim Jong In.” Lanjutnya.

“Kai.” Ralat Kai. “Kai, artinya hitam.”

Guru Choi lantas mengangguk seakan mengerti maksud dari perkataan Kai.

Cukup sampai disini.

Perkenalan selesai. Dan perang akan segera dimulai.

*

“Aduh! Kepalaku pusing sekali.” Keluh Guru Choi sambil memukul-mukuli puncak kepalanya. “Apa aku harus cek darah untuk memastikan?”

Merasa kesakitan sendiri, Guru Choi membenamkan kepalanya dalam silangan kedua tangannya diatas meja.

Beginilah suasana di Ruang Guru Sekolah Menengah Dashin. Guru-guru yang tidak seprinsip hanya akan sendirian, tanpa ada yang peduli. Seperti halnya Guru Choi.

Jika guru-guru lain sibuk membicarakan film teranyar sampai brand termahal bulan ini, maka hanya Guru Choi yang sibuk memikirkan murid-muridnya.

Ini bukan soal bulpoin, tapi poin. Ini bukan soal nilai rapot, tapi kehidupan masa depan.

Bagaimana kehidupan murid-muridnya nanti disaat mereka dipaksa untuk berdiri sendiri?

Di negara homokultural, sopan santun sangat dijunjung tinggi.

“Guru Choi?” Buka suara Guru Shim.

Guru Choi lantas mengangkat kepalanya.

Guru Shim justru shock!

Shock melihat Guru Choi dengan darah segar mengalir dari hidungnya. “Astaga! Darah!” Seru Guru Shim panik.

“Baru satu hari saja sudah stres dan kelelahan. Huh, payah!” Ejek salah seorang guru yang lain.

Merasa diacuhkan, Guru Shim pasrah. Hanya dia yang dapat membantu Guru Choi sekarang.

“Ini, aku ada tisu.”

Guru Shim dengan baiknya mengelap darah segar itu dengan perlahan. Sementara Guru Choi pasrah.

“Kau tidak apa-apa?”

“Sepertinya aku kelelahan. Boleh aku pulang? Anak-anak itu akan kuurus lagi besok.” Ucap Guru Choi lemah.

“Iya tentu saja kau boleh pulang. Ini sudah sore, dan juga jam pelajaran sudah berakhir.” Titah Guru Shim harap-harap cemas. “Perlu kuantar?”

“Tidak perlu, aku membawa mobil.”

Guru Choi mengambil tas nya dan keluar dari ruangan tersebut menuju kediamannya.

.

Bip bip.

Mobil Sooyoung terparkir dihalaman depan rumahnya.

Darah yang tadinya mengalir kini sudah tidak lagi.

Langit yang sudah gelap membuat orangtua Sooyoung gelisah menunggu putri tunggalnya pulang.

“Aku pulang.” Seru Sooyoung kala membuka pintu depan rumahnya.

Kebetulan sekali orangtua Sooyoung kini tengah menunggunya di ruang depan. Maka dihampirinyalah putri kesayangan mereka itu.

“Kau baik-baik saja kan sayang?” Tanya ibu Sooyoung.

“Ayah dengar, sekolah tempat barumu bekerja itu terkenal akan keonarannya.” Lanjut sang ayah.

“Kau pasti kelelahan ya sayang? Lihat wajahmu itu pucat sekali.”

Ibu Sooyoung mengelus lembut wajah putri kesayangannya dengan penuh kasih.

“Ayah dan ibu terlalu berlebihan. Pekerjaanku adalah tanggung jawabku. Lagipula aku sehat-sehat saja.” Yakin Sooyoung.

“Baiklah, ibu percaya padamu.” Ucap ibu Sooyoung sambil melirik suaminya.

“Ayah juga percaya padamu.” Lanjut ayah Sooyoung.

“Terimakasih ayah, ibu. Aku ke kamar dulu ya.”

Sooyoung mencium kilat kedua pipi orangtuanya dan segera masuk ke kamarnya yang tak jauh dari ruang depan.

Ia memang sengaja memilih kamar yang tak jauh dari pintu masuk. Hal ini dimaksudkan agar ia lebih mudah beristirahat seusai beraktifitas.

.

Dikamarnya, Sooyoung tengah terduduk lesu dimeja nakas. Dilihatnya pantulan wajah pucat itu.

“Diberi make up sedikit saja, pasti aku kembali terlihat menarik.” Ujarnya pada cermin.

Diambilnya eyeliner yang kemudian dipakainya.

“Ini untuk mempertegas sorotan mataku nantinya.”

Kemudian beralih pada jejeran lipstick dengan varian warna. Tapi satu warna lah yang dipilihnya.

Rose Red, yang langsung dipakainya.

“Yang ini untuk menarik perhatian.” Yakinnya.

Kembali lagi ia berkaca. ‘Apa yang kurang?’ pikirnya dalam hati.

Diliriknya kertas yang terpampang di meja nakasnya.

Dibagian kop nya terdapat tulisan “Rumah Sakit”.

Diremasnya kertas itu dengan sekuat tenaga.

“Sooyoung?” Pintu terbuka, dan ibu Sooyoung masuk dengan tiba-tiba.

Maka dengan gerakan cepat Sooyoung melempar kertas yang sudah lusuh itu kebelakang, berharap ibunya tak melihatnya.

“Ada apa ibu?”

“Ada muridmu diluar. Katanya ingin bertemu denganmu, penting.”

Baru sehari, sudah seperti ini.

“Baiklah, aku akan menemuinya.”

.

Sooyoung melangkah menghampiri sosok yang membelakanginya.

Malam sungguh gelap. Dan bodohnya, tamu ini tak ingin masuk.

“Mencariku?” Tanya Sooyoung.

Sosok itupun berbalik.

Kai.

Dia mengangguk.

Sementara Sooyoung sedikit terkejut.

“Oh, selamat malam Kai.”

Kai mengangguk membalas sapaan Sooyoung dengan hormat.

“Ada apa malam-malam begini…”

Belum saja Sooyoung menyelesaikan kalimatnya, Kai terlebih dahulu menyodorkan sebuah amplop putih berlogo khas SMA Dashin.

Tak perlu buang-buang tenaga, Sooyoung membuka amplop tersebut.

Didalamnya terdapat sebuah surat yang berisi “Pemanggilan orangtua?” Ujar Sooyoung.

Kai lagi-lagi hanya mengangguk.

“Kau membuat masalah?” Tanya Sooyoung.

Kai terdiam.

Sooyoung tahu. Sorot mata Kai kala itu adalah sorot kesedihan. Maka dari itu Kai enggan menatap Sooyoung.

“Sudah kau berikan pada orangtuamu belum?” Tanya Sooyoung (lagi).

Kai menelan ludah. Memangnya apa alasan Kai datang kemari? Ini kan surat pemanggilan orangtua, bukan surat pemanggilan wali kelas.

“Aku tidak memiliki orangtua.”

Mata Sooyoung membulat hebat. Dan sepersekian detik kemudian ia menggigit bibir bawahnya. Dalam benaknya terlintas sebuah pemikiran hebat.

‘Kurasa ini masalah Kai.’ Batin Sooyoung.

“Diwakili oleh wali murid juga bisa.” Elu Sooyoung.

“Tidak bisa.” Kai mengucap mantap sambil menatap Sooyoung.

Tidak disangka. Pria berlatar belakang hitam ini rupanya cukup lemah juga.

Sorot matanya benar. Benar-benar kelabu.

“Hanya kau yang bisa membantuku. Kumohon…” Kai sengaja menggantung kalimatnya. Jujur, ini sulit baginya. Tidak biasa baginya mengemis dan berpenampilan lemah dihadapan orang yang bahkan belum ia kenal betul. “Kumohon cabut perintah surat pemanggilan itu.”

“Jangan gila!” Seru Sooyoung sedikit membentak. “Mana mungkin aku bisa menghadapi guru-guru disekolahmu itu hah? Mana mungkin aku bisa?” Lanjut Sooyoung berapi-api.

“Sudah kuduga.” Ucap Kai pelan sehingga hanya ia yang dapat mendengar. “Maaf mengganggu waktumu, Guru Choi. Seharusnya aku tahu bahwa aku datang ketempat yang salah. Sekali lagi aku minta maaf.” Kai membungkuk cepat dan mengambil surat beserta amplopnya dari tangan Sooyoung.

Sooyoung berfikir sejenak.

Kesan pertamaku di Sekolah baru. Harus baik. Harus.

“Tunggu!” Cegah Sooyoung.

Kai berhenti. Padahal ia baru saja hendak melangkah.

“Akan aku usahakan.”

Kai tersenyum.

Ada yang aneh disini.

Kai artinya hitam.

Kai artinya hitam.

Kai artinya hitam.

Itulah sepenggal klausa yang diingat betul dalam memori Sooyoung.

Kai artinya hitam.

Salah. Kai tidak sehitam yang ia pikirkan.

Buktinya?

Sifat lemahnya, senyumnya..

Apakah Sooyoung luluh? Atau Kai yang luluh?

Who knows?

.

Kai’s POV

Pagi selalu sama.

Matahari terbit dari timur. Semburatnya menusuk tiap insan yang terkena pancarannya. Angin berhembus sepoi-sepoi selaras dengan dedaunan oranye.

Musim gugur memang seperti ini.

Tok tok tok.

Setiap hari aku selalu berpikir tentang sebuah keajaiban.

“Kai-aa?”

Berharap suara wanita yang seharusnya ada menemani setiap hariku.

“Sudah bangun?” Pintu terbuka. Wanita tua dengan kulit keriput masuk kekamarku.

Dia nenekku.

Keajaiban yang kuharap adalah..

Sosok ibu yang seharusnya masuk dari pintu kamarku.

“Cepat mandi. Nenek akan menyiapkan sarapan.”

Setidaknya, masih ada nenekku. Satu-satunya harta yang kupunya. Satu-satunya keluargaku.

Begitu setahuku.

“Iya nek. Terimakasih.”

Ibu, ayah.

Dimana mereka?

Bahkan aku tidak pernah melihat wajahnya.

Mereka meninggalkanku sejak bayi.

Entah kenapa.

Entah karena apa.

Heuh! Sudahlah.

Yang lalu biarlah berlalu. Benar begitu bukan?

Kalau pagi-pagi sudah mellow begini, bagaimana kata teman-temanku nanti?

Kai si hitam. Kai si pembuat onar ternyata tipikal pria melko. Haha.

.

“Kai-aa, makan yang banyak. Kau harus sehat.” Titah nenek.

Tiga kali dalam sehari, nenek selalu berkata demikian.

“Iya nek. Nenek juga.”

“Nenek sudah tua. Kantung nasi nenek sudah tidak muat banyak.” Nenek tertawa.

Nenek yang satu ini.

Hartaku.

Tawaku juga. Haha.

“Bagaimana sekolahmu?”

Deg.

“Baik.”

Nenek mengangguk.

Seandainya…

Nenek tahu semua ulahku selama ini. Apa yang akan terjadi?

Flashback ON

“Sudah berapa kali kita bertemu, Kai?” Ujar guru Lee Yeon Hee.

Dia guru konseling.

Tapi aku bukan konseling disini.

Tapi aku sering kemari. Karena aku juga sering membuat masalah.

“Setiap hari namamu selalu menghiasi daftar buku masalah. Sampai kapan hah?!”

Seperti tidak mengenalku saja.

“Saya sudah bosan dengan ulahmu. Ini. Surat panggilan orangtua. Akan kupertimbangkan dirimu untuk tetap atau keluar dari sekolah ini.”

Ada masalah denganku?

Masalah apa?

Materi, eoh?!

Orang-orang kaya dipertahankan. Orang-orang sepertiku? Seenaknya saja ditendang.

Flashback OFF

“Sekolah yang benar. Kau harus menjadi orang yang cerdas. Nenek pasti bangga padamu.” Ucap nenek.

Maaf nek, aku belum dapat membanggakanmu.

Maaf.

.

Brak!

“Seenakmu saja! Kau pikir ini sekolah milik nenek moyangmu hah?!”

Pagi ini rumit sekali.

Tak sengaja aku melihat Guru Choi diruang konseling.

Sepertinya sedang membelaku.

“Tapi dia hanya terlambat. Tidak bisakah kau memberinya toleransi?” Ucap Guru Choi mengiba.

Baru kali ini.

Setahuku guru disekolah ini tak pernah ada yang peduli pada murid-muridnya selain Guru Shim. Rupanya sekarang ada Guru Choi. Syukurlah.

“Toleransi! Dispensasi! Sasisasi! Kau tidak tahu masalahnya dasar guru baru kemarin!” Gertak Guru Lee.

Aku melihatnya.

Melihat sorot iba yang tiba-tiba berubah menjadi sorot datar.

Apa katanya?

Guru baru kemarin?

“Maaf sebelumnya. Tapi apapun yang terjadi, serta bagaimanapun caranya, aku akan mempertahankan anak itu!”

Jujur, aku terpaku.

Guru yang kutahu sejauh ini hanyalah profesi. Tapi Guru Choi?

“Menjadi guru adalah sebuah tanggung jawab!” Gertaknya sekali lagi.

Kreek.

Pintu terbuka.

Sial!

Aku kedapatan mengumpat kalau sudah begini.

“Kai?” Ucapnya.

Oke!

Tenang Kai.

Ingat!

Namamu Kai!

Kai!

“Kai?”

Suara itu kembali terdengar.

Maka dengan sikap so’ cool aku meninggalkan tempat itu.

Maaf guru.

Kai’s POV End

Sooyoung’s POV

Sejauh mata memandang. Pria ber-almet silver itu kuketahui bernama Kai.

Kai artinya hitam. Begitu katanya.

Sekarang aku tahu.

Kai yang orang tahu selama ini, berbeda dengan Kai yang kutahu sebentaran ini.

Kai tak ubahnya seorang pria lemah yang berusaha menutupi kelemahannya.

Dia pria kuat. Mungkin begitu pikirnya.

Makanya ia sering membuat masalah.

Hanya untuk memberi perspektif pada orang-orang bahwa dia adalah pria kuat.

Aku tahu…

Jadi jangan mengumpat dariku lagi..

Kai ~

.

“Selamat pagi.” Aku melangkah memasuki ruang kelas anak-anak didikku.

Kelas 12-B.

Sama saja.

Selalu begini.

Gaduh.

Bahkan setelah aku duduk pun tak ada yang memberi salam.

Tak ada. Kecuali..

Seorang murid yang duduk disebelah Kai.

“Selamat pagi Guru Choi. Semakin hari semakin cantik saja.” Godanya seraya memotretku dengan kamera SLR nya.

Astaga! Murid ini seenaknya saja.

“Guru, ayo cepat kita mulai pelajarannya.” Seru seorang murid perempuan bersurai cokelat. Suaranya imut sekali. Dan dia juga tampak antusias.

“Baiklah! Anak-anak, kita pre-test terlebih dahulu ya? Sekarang buka bab 4 dan kerjakan soal ckp nya.”

Aku tahu.

Hanya kelompok minoritas yang benar-benar memperhatikanku.

Tak apa. Akan kuubah semuanya perlahan.

“Sambil mengerjakan, saya akan mengabsen. Bagi yang namanya disebut, silahkan maju.”

“Biasanya hanya mengacungkan tangan.” Ucap seorang murid dengan wajah malas.

“Kali ini berbeda. Ada yang ingin saya bicarakan pada anda semua. Satu persatu.” Ucapku penuh seringaian.

Sebagian dari mereka mengangguk paham. Dan sebagian lagi acuh.

Heuh~

Sebagai seorang wali kelas, setahuku wajar saja jika begini adanya.

Baiklah! Sekarang fokus!

Berapa murid dikelas ini? Oh! 20 orang.

Aku rasa hari ini akan cukup panjang.

“Ahn Kim.” Ucapku.

“Aku!”

Oh! Rupanya gadis imut yang antusias ini bernama Ahn Kim.

Maka dengan gelagat bak anak kecil ia menghadapku.

“Ada apa bu?” Ucapnya dengan mata berbinar.

“Um~ Jadi kau Ahn Kim ya?”

Ia mengangguk.

Cantik sekali.

Aku jadi ingat semasa SMA ku dulu.

“Kulihat kau sangat antusias sekali dalam pelajaran.”

Ia mengangguk (lagi).

“Jadi apa cita-citamu, Ahn?”

“Tidak ada.”

Sebuah jawaban mantap yang keluar tanpa dosa dari mulut seorang gadis -yang kuanggap kecil.

“Apa?”

“Tidak ada. Tidak ada cita-cita.” Ucapnya sekali lagi.

Apa ini?

Sebenarnya bagaimana pikiran anak yang satu ini?

“Tapi mengapa tidak ada cita-cita?”

“Tidak ada. Tidak ada cita-cita. Tidak ada alasan.” Jawabnya mantap.

Sungguh sulit ditebak memang.

Awal pertama melihatnya, aku justru seperti melihat lebah pekerja yang siap bekerja keras mengumpulkan madu yang diambilnya dari setiap bunga.

Maksudku. Seperti seorang murid yang siap menyerap berbagai pelajaran dari setiap guru.

Pikiranku bahkan berlonjak jauh sampai terpikir bahwa anak ini pasti memiliki cita-cita yang sangat tinggi.

Misalnya saja seperti pengacara, pejabat, duta besar, dokter atau setidaknya guru.

“Jadi apa sebenarnya tujuanmu bersekolah kalau bukan untuk mengejar cita?”

“Sekolah, mendapat nilai bagus, masuk universitas terkenal, dan umm~ menikah dan duduk santai dirumah.”

Astaga! Ingin sekali aku menghantamkan kepalaku ke tembok cina.

Pikirannya. Tujuannya. Membuatku pusing.

“Jadi tujuanmu hanya untuk menikah dan duduk santai dirumah?”

“Iya, tentu saja. Ayahku bilang, hartanya takan habis sampai tujuh turunan. Cukup dengan harta. Sudah lengkap kan hidupku?”

Aku menghela nafas. Berusaha menyerap perkataannya.

Pikirannya pendek sekali.

Jadi bagaimana aku harus memulai menasihatinya eoh?

“Jadi begini, Ahn. Apa kau tahu roda?”

“Eheh.”

“Jadi begini. Roda itu berputar kan?”

“Ya ya ya aku tahu guru. Kau pasti ingin bilang kalau suatu saat nanti ayahku akan bangkrut dan keluargaku jatuh miskin. Begitu kan?”

Yep.

Lalu kenapa gadis ini masih saja berpikiran -dalam jangka pendek ?

“Iya benar begitu. Tapi..”

Aku sengaja menggantung frasa itu. Berharap muridku yang satu ini dapat memahami setiap perkataanku.

“Tidakkah kau ingin melihat orangtuamu bahagia? Tidakkah kau ingin memetik buah dari pohon yang sudah kau tanam dan kau rawat dengan susah payah? Tidakkah-”

“Tunggu!” Ia memotong pembicaraanku.

Aish! Anak ini!

“Maksud guru apa? Aku tidak mengerti.”

Ternyata bukan hanya wajahnya saja yang polos. Tapi memang sifatnya begitu.

“Guru.” Seru seorang yang kuyakini pria -meskipun suaranya terbilang imut.

Aku dan Ahn lantas menengok.

Seseorang mengacungkan tangannya.

Anak ini! Oh! Dia yang menjepretku asal.

“Ada apa?”

“Aku juga ingin di intrograsi.” Ucapnya dengan mata menyipit dan mulut sedikit terbuka setelah menyelesaikan kalimatnya.

Errr.

Kenapa tiba-tiba aku merasa ada hawa yang tidak enak disini.

“Baiklah Ahn, kita bicarakan inu lagi nanti. Sekarang kau kerjakan tugasmu lagi ya?” Ujarku pada Ahn Kim.

“Baik guru.”

Kala Ahn tepat kembali ketempat duduknya, tanpa diperintah pun muridku yang setia dengan SLR nya langsung maju menghadapku.

“Oh Tuhan! Tak pernah kulihat sebelumnya bahwa ada malaikat tanpa sayap.”

Berlebihan.

Dasar! Masih kecil sudah berani merangkai kata-kata dewasa.

“Kau ini! Siapa namamu?” Ucapku berusaha mengalihkan.

Ia lantas menunjuk nametag nya.

“Huang Zhi Tao.” Ucapku.

Dia mengangguku.

“Jadi ini adalah kekasihmu?” Aku menunjuk kamera yang dikalunginya.

Bercanda sedikit tidak apa kan?

Haha..

Dia tertawa kecil.

“Guru bisa saja. Ini hanya sekedar hobi.” Jawabnya masih diselingi tawa.

“Hanya hobi atau cita-cita?”

Dia mengangkat sebelah alisnya. “Bisa dibilang cita-cita.”

“Bagus!” Reflek aku menjentikan jariku.

Kurasa untuk mendidik murid yang satu ini tidak akan sulit.

“Yasudah. Tao, silahkan duduk ditempatmu kembali.”

Hey! What’s wrong? Mengapa giliran introgasiku hanya sebentar? Ahn tadi cukup lama.”

Apa ini?

Protes?

Ck, lucu sekali.

“Sudahlah tidak perlu dipermasalahkan.” Ucapku seraya mengibas-ngibaskan tanganku yang seakan mengusirnya.

“Huh!” Rutuknya pelan.

Saat ia duduk, ada satu sosok yang menyita perhatianku.

Murid dengan aura kelabu yang kutahu sengaja membuang muka keluar jendela.

“Kim Jong In.” Seruku.

Ia sama sekali tidak menggubris suaraku.

“Kim Jong In.” Seruku sekali lagi.”

Nihil.

Ia masih menghadap keluar jendela.

Apa yang ia lihat?

Entahlah, tapi..

Dari sudut matanya, itu hanyalah tatapan kosong.

“Kai.” Ucapku sekenanya.

Dan.. Yes!

Ia menoleh.

“Kemari!” Lanjutku.

“Malas.”

Heh? Kurang ajar!

“Kemari atau..”

Matanya memutar malas. Entah apa yang terlintas dipikirannya. Padahal tadi itu aku hanya menggantung kalimatku mencari-cari ancaman lain.

Tapi ternyata. Tanpa kusambung kalimat itu, Kai sudah mulai bangkit dan berjalan sampai benar berada dihadapanku.

“Kim Jong In.” Ucapku.

“Kai!” Jawabnya mantap.

Anak ini! Benar-benar!

“Jadi begini..” Ucapku perlahan.

“Soal surat pemanggilan orangtua itu?” Ia berusaha menebak.

Ah! Benar juga.

“Tidak-tidak. Aku kan sudah bilang untuk mengusahakannya.”

Ehem!

Sebenarnya aku sendiri tidak yakin. Tapi mau bagaimana lagi?

Menurut buku yang kubaca, anak nakal adalah bibit yang masih dapat diolah.

“Kulihat kau selalu tampak malas dalam pelajaran. Tapi kau tak pernah absen dari daftar buku masalah. Sebenarnya ada apa? Apa kau ada masalah?” Ucapku to the point.

“Ck,” Ia berdecak. “Kau tidak perlu tahu urusanku. Masalahku, biar kuselesaikan sendiri.”

Hey! Dasar bocah sok mandiri. “Apa kau bilang? Menyelesaikan masalah sendiri? Lalu kau kira yang tadi malam itu apa? Menyelesaikan masalah sendiri hah?” Aku mulai berapi-api.

“Dengar ya! Kau tidak akan pernah mengerti masalahku. Jadi..” Ia menarik nafasnya kasar. “Tak perlu mencampuri urusanku.”

Nadanya memang lambat. Temponya pun begitu. Tapi, penyampaiannya tampak penuh emosi.

.

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Merasa penasaran, aku berjalan melewati kelas murid-muridku di kelas 12 B.

Sudah hampir sepi.

Hanya tersisa Ahn, Tao dan Kai.

Ahn masih sibuk membereskan buku-buku nya yang masih berantakan diatas meja. Sementara Tao dan Kai sedang asik bercanda khas anak SMA. Saling menjahili satu sama lain. Lucu sekali.

Pengamatanku cukup sampai disitu. Aku harus segera pulang. Aku kan tidak boleh kecapean.

Kata dokter, aku terlalu banyak pikiran.

Kurasa pikiranku kini semakin banyak. Aku pusing.

Murid-murid disini sangat berbeda dengan murid-muridku sebelumnya.

Mereka tipikal orang-orang yang berpikiran pendek.

Tidak punya cita-cita.

Ada yang tidak punya alasan. Ada yang meremehkan masa depan. Ada yang takut menjadi dewasa. Bahkan ada yang menjadikan masalah sebagai tembok penghalang.

Ya, kenyataannya memang begitu.

Ini membuatku sering melamun.

Huh!

Benar kan! Aku melamun lagi. Sampai-sampai aku sudah sampai dikoridor depan gerbang sekolah.

“Guru Choi!” Ucap seseorang yang menepuk pundakku.

Ah!

“Guru Shim. Ada apa?”

“Kau lupa ya? Sore ini ada rapat dewan guru.”

Deret gigi guru Shim yang selalu rapih itu terukir saat ia tersenyum sambil memamerkan gigi.

“Oh iya! Hampir lupa.” Aku menepuk jidatku yang super mulus ini.

“Mari kita ke aula bersama.”

Aku mengangguk.

Semoga saja rapatnya tidak lama. Kulihat langit cukup mendung. Dan sialnya aku sedang tidak membawa mobil.

.

To the point saja lah pak!” Seru seorang guru yang tampak malas.

Tidak sopan sekali. Seharusnya guru biasa sepertinya bisa lebih sopan dalam berbicara. Tidak tahukah dia sedang berbicara pada siapa? Kepala sekolah!

“Sekolah kita mendapatkan undangan dari University of South Korea.”

Hah!

Sontak seisi ruangan menganga.

Sekolah dengan cap ‘super buruk’ mendapat undangan dari universitas ternama se-Korea Selatan?

“Undangan untuk mengirimkan murid-murid yang akan bersaing untuk memperebutkan kursi disalah satu fakultasnya.”

I’m in shock! I’m in shock!” Ujar salah seorang guru. Huh! Berlebihan.

“Sayang sekali kalau ditolak.” Timpal guru yang lain.

“Tapi kita tidak memiliki murid yang bisa kita kirimkan kesana.” Ucap Guru Shim.

“Ada!” Ucapku lantang.

Seluruh mata tertuju padaku.

“Siapa?”

.

Ha!

Benar kan?

Hujan.

Dan langit sudah gelap.

Sial!

Tap tap tap ..

Malam-malam begini apa masih ada orang?

Tap tap tap ..

Aku harap bukan hantu.

Tap tap tap tap tap.

Seseorang mendahuluiku.

Kulihat pakaiannya adalah seragam sekolah disini.

Dia menebas hujan malam yang begitu dingin.

Sosok itu..

Kai !

.

Untung hanya gerimis. Jadi aku bisa membuntuti muridku yang satu ini.

Entah kenapa ada dorongan yang kuat dalam diri ini untuk meluruskan sifatnya.

Gang kecil.

Sempit sekali.

Gelap sekali.

Kai, tinggal ditempat sekumuh inikah?

Cekrek.

Kai membuka pintu rumah kecil dipinggiran gang kecil.

Jadi itu rumahnya.

Apa ini masalahnya?

Penghalangnya?

Masa iya?

Aku coba dulu.

Tok tok tok.

Aku mengetuk pintu rumahnya.

“Sebentar.” Ucap seseorang dari dalam. Itu suara Kai.

Cekrek.

Pintu dibuka dan..

Tada!

“Kau!” Ucap Kai.

“Annyeonghaseyo.” Ucapku ramah.

“Kai, ajak tamunya masuk.” Ucap seseorang dari dalam.

“Bukan nek. Bukan siapa-siapa ko!” Sahut Kai.

Eh?

“Ikut aku!”

Kai menarikku sampai jauh dari rumahnya.

“Sekarang pulanglah ke rumahmu yang besar itu!” Ucap Kai berapi-api.

Hey hey hey! “Santai sajalah~” Jawabku.

“Dengar ya! Kau itu mau apa? Sudah kubilang kan untuk tidak mencampuri urusanku?”

Anak ini!

“Hah~ Lupakan!”

Aku sama sekali tidak menghiraukannya.

Aku harus kerumahnya!

Aku rasa ada yang ia sembunyikan.

“Stop!” Ia berusaha menghalangi jalanku.

Tidak tidak! Aku harus sampai.

“Stop!” Kai menarik tanganku kasar.

Ugh! Sakit sekali.

“Kembali kerumahmu atau …”

Sooyoung’s POV End

Author’s POV

Kebetulan sekali. Gang sempit membuat pergerakan mereka cukup sulit.

Sehingga Kai semakin mendesak Sooyoung.

Tubuhnya mendekat dan mendekat.

Ia sengaja melakukan ini. Tidak! Sebenarnya ini hanya ancaman.

“Atau apa?” Ucap Sooyoung gugup.

“Atau..”

Hap!

Sooyoung mendorong tubuh Kai kasar dan berlari menuju rumah Kai.

Tok tok tok.

Sooyoung lantas mengetuk pintu rumah Kai kasar.

Pintu terbuka dan Kai kalah!

‘Sial!’ Batin Kai.

“Annyeonghaseyo.” Sapa nenek Kai.

“Annyeonghaseyo.” Jawab Sooyoung sembari melirik tajam ke arah Kai.

“Silahkan masuk.” Seru nenek Kai ramah.

.

Sementara Sooyoung sedang asik berbincang dengan nenek Kai, Kai hanya menopang dagu mendengar percakapan guru dan neneknya.

“Ini bukti suratnya.” Ucap Sooyoung sambil memberikan sebuah amplop putih.

“Wah~ Kai pasti senang mendengarnya. Dia pasti ikut. Iya kan, Kai?” Ucap nenek Kai.

Kunci Kai sudah dipegang oleh Sooyoung. Rupanya nenek Kai.

Biar kata amburadul begitu, Kai sangat lemah dihadapan neneknya. Ia sangat penurut.

“Iya.” Jawab Kai lesu.

Nenek Kai lantas tersenyum bangga.

Ia bahkan tidak menyangka bahwa cucunya terpilih menjadi siswa yang mendapat kesempatan untuk menerima undangan dari universitas ternama.

Sooyoungpun tersenyum senang.

Keesokan harinya..

Seharusnya hari ini berjalan dengan lancar. Murid yang terpilih dari jalur undangan akan di gembleng lagi pelajarannya. Dan murid-murid itu adalah Kai, Ahn serta Tao.

Tao sudah pasti dikhususkan di jalur fotografi. Sementara Kai dan Ahn masih dalam proses.

Tapi..

Kai tidak datang sekolah hari ini.

Karena alasan itulah Sooyoung terlihat cemas. Ia bahkan tampak seperti setrikaan yang mondar-mandir tidak tahu arah.

“Aku harus mencari Kai.” Ucap Sooyoung pada dirinya sendiri.

Diliriknya arloji berwarna hitam yang melingkar ditangannya.

Pukul 5.30 PM.

“Kai, dimana kau?” Tanya Sooyoung pada dirinya sendiri.

Disisi lain tampak Guru Shim yang tengah menceramahi Ahn dan Tao. Ia bahkan tampak melupakan Sooyoung yang sedari tadi mondar-mandir di koridor depan kelas.

Tidak! Guru Shim bukannya mengacuhkan Sooyoung. Tapi ia sedang fokus mendengarkan motifator ternama yang juga sedang menceramahi dua murid terpilih.

Motifator itu sangat tampan. Namanya Cho Kyuhyun.

Karena itulah sejak tadi Ahn tidak pernah melepaskan pandangannya dari si tampan yang satu ini.

Sementara Tao duduk dengan gusar. Gelisah. Percuma ada motifator kalau motifasi utamanya justru berada diluar kelas.

Siapa?

Sooyoung of course !

.

Ini sudah pukul 8 pm KST. Sooyoung sedang membasuh rambutnya yang basah sehabis mandi.

Seperti biasa, ia bercermin di meja nakasnya. Menghadapi bayangannya yang maya.

“Kai.” Ucapnya.

Rupanya guru kita yang satu ini mulai terobsesi akan satu nama.

Kai.

“Kau dimana eoh? Tadi aku kerumahmu tapi tak ada orang.”

Sooyoung mulai bermonolog tidak jelas. Pikirannya melantur kesana kemari. Mayoritas isi pikirannya cukup buruk.

“Bagaimana kalau dia diculik?”

Ah! Tidak mungkin!

“Siapa yang ingin menculik pria hitam seperti Kai?”

Jawaban yang cukup menyindir.

“Bagaimana kalau Kai tersesat? Bagaimana kalau ia lupa jalan pulang?”

Ah! Pikiran Sooyoung mulai seperti anak balita.

“Tapi kan Kai sudah besar.”

Berpikir berpikir dan berpikir.

TBC

Ahayde! Akhirnya bisa dipublish juga :3

Gapake banyak cingcong, yang udah baca kudu musti wajib komen yak 😀

Second shot bakal aku publish besok. Dan besok pula aku bakal ngomong banyak(?). Soalnya sekarang lagi ga mood ngomong *lah-.-

Keep RCL ^^

LOVE,
HIKA

56 thoughts on “To Go To School – First Shot”

  1. bagus, author! cuma menurut aku alurnya kecepetan, jadi rada bingung ditengah2. tapi overall bagus kok.

    semangat ya author nulisnya. semoga si hitam seksi hidupnya berakhir bahagia 😉
    thanks for the story!

  2. Daebak chingu.
    Omo, kai oppa kemana ? apa karena neneknya ? T_T kasihan sekali kai oppa.
    Chingu, saat baca motifatornya kyuhyun, kan ada tih bagian guru shim sedang fokus, aku kira dia *** suka sama kyuhyun oppa, eh ternyata dia cuma fokus dengerin, aku kira~ hehehe~ maklum,ya.. Hehe
    Daebak. Lanjut ne~

  3. jujur nih ya, nggak terlalu sreg sama kai, entah kenapa [?]
    sama sookai, soobaek, sooyeol, itu aku ‘kurang’ sesuatu… :/
    tapi baca soobaek buatanmu waktu itu aku suka, baca sooyeol yang punya shafa juga suka,
    tapi, semoga dengan adanya fanfic chapter sookai ini, saya bisa jadi berlapang dada sama si hitam /digeplak/
    lanjut, lanjuut!

    1. masasih fan kamu ga sreg sama kaitemsek/? :v
      kalo menurut aku sih karena mereka kalah tenar. Kalo aku pribadi sih suka soo eon sama yang mana aja asal baek dunia akherat(?)amiin amiin buahaha xD

  4. ehhh itu sih tao suka ya sama soo eon??
    terus kai ke mana ??
    masih tanda tanya besar nih (??????) :/

    next part di tunggu 😉

  5. pengen deh punya guru kayak sooyoung:””””3
    sooyoung pasti bisaaaa ayo rubah ketiga murid itu supaya gak madesu/? :”D
    nahloh tao naksir sooyoung?
    mantap dah. ditunggu chapter 2 nya xD

  6. Errrr kai emang misterius yak?.
    Lalu kemana kai?
    Aku kira Soo eonn bakal jadi anak murid SMA, eh tau-tau’nya jadi Guru. Jauh dari prediksi -_-

    Satu kata buat author, ‘Daebakk’. Tambahin juga nih 10 jempol buat ff mu :3
    Aku suka sama ff mu
    Dari cara tulisannya, sama kosa katanya. Tapi kalau kosa katanya terlalu berat(?) aku suka bingung. Jadi harus baca ulang beberapa kali. Baru ngerti, maklum aku’nya lelet. Haha

    Maaf karna terlalu panjang komentnya.
    Ditunggu kelanjutannya
    Fighting!!!!

  7. Bagus!!!!

    Aq kasian sama si Kai itu..
    Rumahnya kecil, gak punya ortu, dll
    T_T

    YA!!
    Besok harus cpet di publish!!!

  8. daebbak thor~
    lanjut 🙂 tapi alurnya kecepetan jadi rada bingung deh 🙂 tapi bagus ko thor 🙂 lanjutin nya jgn lama-lama ne!!
    aku do’a in supaya FFnya berjalan lancarrr 😉

  9. pengen bgt punya guru yang pengertian kaya sooyoung :”””)
    ayo soo fighting! pasti soo bisa ngubah sikap tiga orang itu, bahkan mungkin murid lainnya juga :”)

  10. wah baru nemu keren banget thour.
    untung aja baru part 1..
    lanjut yah.. jadi suka sama kai-soo deh. hahaha
    semangat 😀

      1. mian yah thour.
        biasa lah pulsa modem kadang-kadang diisi hahahaha *gak nanyak*
        iya aku uda baca. keren bingitz… hehehehe..
        mau soo-kai lagi ne?
        semangat 😀

  11. aish… Akhirnya to go to school yang jadi di publish.. Kyaaa!! *abaikan,please -_-”

    Daebak bget,thor! Aigoo,kai! Kau manusia dengan 2 wajah ya?? (?) Di luar kuat,di dalem rapuh bget… Ckck.Kelam sekali kehidupanmu… *nangis breng kai /digampar author
    Duuuh~ ahn cute bange! >,<
    Aduuuh! Kenapa Tao di peranin jadi murid yg rada aneh dan kurang normal?? Hadeeh! Padahal tao-kan biasku di exo!! HUUEE! *oke,ini lebai -_-"

    Aku suka,eonn! Daebak! Kerasa banget feel-nya.Padahalkan eonn belum jadi guru,kok bisa buat ff yang nyeritain tentang kehidupan seorang guru yg hebat,yya?? Keren,deh!

    Hmmm.. Aku nggak punya kritik sih.. Next part-nya besok?? Waaah! Semoga nggak ada halangan,ya? Jadinyakan bisa cepet kelar nih rasa penasaran.. Heheh..

    Mian,bawel,nggak penting dan cuma bawa kerusuhan *bow bareng sookaitao

    1. iya kan TGTS dapet presentase paling tinggi 🙂
      makasih ya 🙂 muehehe maap kalo aku bikin bias kamu jadi kaya gitu 😀
      aku emang bukan guru, tapi aku mau jadi guru 🙂 aku sendiri pengen banget jadi sosok kaya sooyoung disitu. Dan aku juga mau ngubah perspektif orang” yang akhir” ini ngaggep remeh ‘guru’. Padahal ga semua guru tuh acuh 🙂
      cek update ya 🙂
      gomawo 🙂

  12. bagus nih ceritaa, bahasanya juga keren. Enak dibaca, disini kai misterius banget sih. Biasanya kai jadi pembuat onar tapi berisik, sekarang image nya bedaa. Ditunggu second shootnyaa^^

  13. Kai jadi muridnya soo
    Aigoo Tao kenapa agak aneh
    Karena suka sama soo?
    Wihh kemana kai perginya?
    Penasaran thor !
    Dan ffnya Daebakkkkkk…….aku
    Suka sama jalan ceritanya karena baru
    Pertama kali nemu ff yang kayk gini
    Hehhehhehhehheh……:)thor selalu
    Ditunggu kelanjutannya 🙂
    HWAITING

Leave a reply to choi_reni407 Cancel reply