Psychological, Romance, Thriller

Jiyoung – Chapter 01

Gambar

Title            : Jiyoung

Author        : wufanneey and @fadhilahhus

Genre                   : Thriller, Psycological, Romance

Pairing        : Crack

Characters  : Choi Sooyoung [SNSD], Yoon Doojoon [BEAST], Bae Suzy [Miss A], Kang Jiyoung [KARA], Park Jimin [BTS], Min Yoonki [BTS], Kim Taehyung [BTS], Choi Sulli [f(x)].

Length        : Multichapter

Rating         : PG+17 (for now)

Summary    : Choi Sooyoung mengakhiri masa mengajarnya dengan menyelidiki kematian para siswi yang mengerikan.

Warning      : Typo, No Editing, Death Characters!

Story Begins

Chapter One – Introducing

Anhyun High School, 2006

Semester baru telah dimulai di bulan April. Wajah-wajah ceria para murid SMA tersebut menjadi salah satu penghias suasana diantara keindahan bunga-bunga dan rerumputan yang baru saja mekar dengan indahnya setelah melewati hibernasi panjang di musim dingin. Dimana semua murid menghela nafas lega dengan pertanda masuknya tahun ajaran baru, masuknya angkatan baru. Wajah mereka lebih ceria dari biasanya. Termasuk anak-anak kelas 2-B yang berkerumun dekat podium. Jelas saja, kini mereka bukan junior lagi.

Hari ini tepat upacara penyambutan murid baru. Dengan rutinitas seperti biasa. Seorang guru muda tampak tengah menyampaikan sambutannya di atas podium setinggi dada beralaskan karpet merah bak orang penting. Ada yang tengah serius mendengarkan kata sambutan, ada yang sibuk berkirim e-mail dengan temannya, namun tidak sedikit murid yang acuh dan malah mengobrol dengan temannya.

Hal-hal umum seperti bibit bebet dan bobot yang membuat kuping mengiung dan perut serasa dililit mendengarnya. Jenuh, bosan, muak, dan serentetan kata tak patut diucapkan hinggap di benak beberapa murid yang mulai menguap. Sebagian dari mereka memilih pergi ke kafetaria dan menyeruput cokelat panas dengan uap mengepul di pagi hari, sebagian lagi memilih bersandar pada dinding dan memejamkan mata dengan hansfree menutupi telinga mereka, dan berbagai tindakan aksi tolak dengar itu dilakukan murid lainnya.

“Jadi, kami ucapkan selamat datang untuk para murid baru!” guru muda berkisar duapuluh lima tahun itu mengakhiri sambutan singkatnya dengan senyum dan tepuk tangan ringan. Dia membungkuk kecil setelahnya. Masih dengan senyum mengembang yang kentara di wajahnya, Yoon Doojoon lantas turun dari podium bersamaan dengan tepukan tangan para siswa-siswi. Entah itu tepukan tangan yang peduli, yang hanya ikut-ikutan saja, atau tepukan tangan ‘akhirnya-aku-terbebas-dari-hal-memuakkan’, namun Doojoon masih mengumbar aura ramahnya dengan seulas senyum.

“Sambutan yang bagus untuk ukuran guru baru sepertimu.” Pria dengan setelah jas biru necis itu terkekeh pelan menanggapi komentar seorang rekan guru wanitanya beberapa langkah setelah ia keluar dari ruang aula, tempat dimana dilaksanakan upacara penyambutan tadi. Lantas Yoon Doojoon menatap wanita itu yang juga tengah menatapnya.

“Aku tersanjung.” Bisiknya pelan, “Kukira kau tidak peduli dengan apapun soal penyambutan murid baru itu, Choi-sonsaengnim.” Doojoon menyusul langkah wanita yang dipanggilnya Choi-sonsaengnim itu.

“Kau kira,” penuturan pendek diliputi aura elegan serta kewibawaan yang menjadi itu ditangkap indera pendengar Doojoon dari wanita itu. “Aku peduli?”

Wanita dengan blazer biru dan rok warna senada itu sontak berhenti melangkah, dan entah karena apa Doojoon pun ikut berhenti. Ditatapnya guru pria berperawakan atletis itu tajam dengan manik diagremnya sebelum ia mendecih dan berangsur pergi. Doojoon berdecak melihat kelakuan guru wanita itu. Guru yang begitu dingin sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di gedung Anhyun ini. Guru perfeksionis itu memang misteri bagi Doojoon, banyak yang tak ia ketahui tentangnya, dan itulah yang membuat Doojoon tertarik akan sosok bertubuh tinggi semampai itu. Choi Sooyoung.

Tanpa disadarinya alam bawah Doojoon berfantasi liar dengan kekurangajarannya, kilau wajah cantik Choi Sooyoung menyelinap diantara sel-sel otaknya tanpa izin, lantas berputar-putar di sana. Berakibat dirinya tampak seperti idiot yang tersenyum-senyum sendiri di koridor gedung. Ah, bagaimana bisa dia mengagumi wanita yang lebih cocok disebut ‘sebongkah-es-yang-diimpor langsung-dari-kutub-utara’ itu? Sooyoung memang cantik dan sosok bak modelnya banyak dipuja guru-guru pria, bahkan sudah rahasia umum bahwa banyak murid juga menyukainya. Dan, Doojoon ialah salah satu dari para pengagum yang disebutkan tadi.

Brak!

Terkutuklah yang sudah membuyarkan fantasi liar Doojoon.

Buk!

Wajah Sooyoung sukses terhapus otomatis kala suara pengganggu itu terdengar lagi. Suara apa itu?

“Sun-sunbae! Lepaskan aku!”

Pendengaran Doojoon tiba-tiba saja menangkap sebuah jeritan kecil dari arah sampingnya. Suara anak perempuan, sayup-sayup terdengar tangisan kecil setelahnya.  Doojoon menoleh ke sampingnya, dimana suara rintih dan isak yang kian menjelas itu terdengar. Ia melangkahkan kakinya menuju suara itu, mendekatinya, hingga sampai di depan pintu toilet siswi.

“Sun-sunbae… hiks… lepaskan…”

“Yah… ini termasuk upacara ritual penyambutanmu di sini, jadi terima saja!”

Isakan itu kian menjadi. Dan, kini sangat jelas. Disusul dengan suara guyuran air setelahnya. Manik obsidian Doojoon sukses membulat setelah mendengar cekikikan keras dari balik pintu kamar mandi bercat merah kusam itu.

Brak!

“Yah! Apa yang kalian lakukan?!” pekik Doojoon setelah mendobrak pintu kamar mandi tersebut.

Tiga anak laki-laki dan seorang anak perempuan didalamnya serempak menoleh. Seketika kebahagian empat murid nakal itu berubah seratus delapan puluh derajat. Terhalang oleh empat murid itu, terlihat seorang gadis yang telah meringkuk di bawah wastafel.

“Minggir kalian!” sambung Doojoon seraya mendekati titik utama penglihatannya.Empat murid nakal itu hanya berdiri tanpa dosa di belakang punggung Doojoon.“Bawa dia.” Titahnya.

Tak satu pun dari empat murid itu merespon.

“Bawa dia!” nadanya naik satu oktaf. Salah satu dari mereka yang memakai kupluk sekilas menangkap manik Doojoon yang berkilat merah. Dengan gerakan cepat ia mendekati tubuh lemas anak perempuan yang kini pingsan itu lalu menggendongnya, disusul kedua rekan laki-laki lainnya.

Dan, tiga anak laki-laki itupun membawa siswi ber-name tag Choi Sulli ke UKS. Sedangkan seorang anak perempuan lainnya—yang turut campur dalam insiden ini—membuntuti Doojoon ke ruang guru dengan langkah malasnya.

***

Tujuh. Ini benar-benar parah. Tak ada hal yang lebih membosankan selain mendengarkan ceramah guru-guru. Tujuh. Tujuh omelan. Tujuh guru yang berbeda. Tujuh kali ia memutar bola mata. Informasi tambahan, ini ketujuh kalinya anak perempuan itu dirempuk guru dengan cercaan tak mutu begini. Pertama anak perempuan itu dihadapkan dengan pidato panjang lebar Yoon Doojoon tentang tindakan asusilanya yang menyelewengkan aturan sekolah dan bla, bla, bla. Belum lagi guru-BK-sok-tahu yang bahkan umurnya lebih dari setengah abad, ia bahkan menjamin guru-BK-sok-tahu plus bawel itu sudah punya penyakit pikun atau paling tidak tensi diatas rata-rata. Siapa namanya? Persetan. Melihat wajah keriputnya pun ia sudah muak, mana peduli akan namanya? Bah!

“Bae Suzy saya berbicara padamu!” anak perempuan bernama Suzy itu lebih tertarik memandangi kukunya yang dilapisi cat warna pink dengan lambang-lambang tengkorak. “Bae Suzy!”

Bagus. Baguslah. Teruslah berteriak hingga tekanan darahmu naik lalu kau jantungan mendadak dan kejang-kejang berlebihan diakhiri dengan menjadi pemeran utama di serial pemakaman (red, mati).

“Apa kau tidak berniat bersekolah? Kau tidak memikirkan bagaimana sedihnya orangtuamu menanggapi kelakuan nakalmu yang diluar batas itu? Pernahkah sekalinya kau pikirkan masa depanmu? Akan jadi apa nantinya jika kau terus-menerus seperti ini?”

Cih. Ini hidupku, bukan hidupmu, Nyonya.

Bae Suzy meniup poni pagarnya. Rambut wavynya sengaja ia sibakkan ke belakang pundaknya dengan segala keangkuhan atas keengganannya menjawab rentetan pertanyaan hina terlontar dari bibir tak layak guru-BK-sok-tahu bernametag Goo Moonjae itu. Suzy menguap lebar tatkala omelan lainnya mengiung-ngiung di telinganya.

“Satu jam. Duapuluh menit. Empat belas detik.” Gumam Suzy tanpa minat, setelah melirik jam tangan ungu model dadu yang melingkar di pergelangan tangannya.

“Apa yang kau katakan?” dahi Goo Moonjae makin mengkerut, amarahnya semakin di puncak. “Kau tidak mendengarkanku?!”

“Ini sudah lebih dari waktu rehabilitasi sebelumnya. Terakhir kali kuingat… Eum, empatpuluh lima menit sebelas detik.” Jawaban kurang ajar yang tak singkron dengan pertanyaan Goo Moonjae. “Berapa lama lagi aku harus di sini? Bolehkah aku menyumpal kupingku dengan hansfree? Kau tahu kepalaku sering pusing belakangan ini dan kau membuatnya tambah pusing dengan omelan tak mutumu.”

“BAE SUZY!” bentakan Goo-sonsaengnim itu tak ayal membuat guru lainnya yang berada di ruang itu menoleh. Suzy mendengus malas melihat guru lainnya mandatangi mejanya.

Dengan seraut kebingungan yang mendera, guru wanita muda itu bertanya, “Kau membuat masalah lagi, Bae Suzy?”

Nametagnya Choi Sooyoung. Nona Choi yang terhormat dari kalangan konglomerat namun Suzy menyebutnya wanita buta perawan tua. Karena di usianya yang menginjak duapuluh empat wanita itu masih sendiri, padahal banyak pria mengaguminya dan ingin meminangnya namun Choi Sooyoung menolak mereka dengan berbagai alasan remeh yang terkadang diluar logika. Suzy sempat mengira wanita itu penganut biseksual. Tetapi melihat koleksi foto Brad Pitt di akun sosialnya membuat Suzy berpikiran Sooyoung bukan wanita biseksual, melainkan wanita belo tapi buta.

“Enyahlah, Choi-sam. Ini bukan urusanmu.” Decih Suzy. Persetan dengan kualat pada guru, ia sudah muak dengan segala kelakuan sok perfeksionis sang Nona Choi yang terhormat.

“Jaga bicaramu, Suzy.” Peringat Choi Sooyoung, dengan nada tenang dibuat-buat.

“Ck,” decakan kurangajarnya terdengar lagi. “Bukan hakmu mengatur cara bicaraku, Choi. Seharusnya pikirkan masa depanmu yang bobrok dengan segudang foto-foto Tuan Pitt dan berakhirlah menjadi perawan tua.”

Neraka terlihat jelas di manik Sooyoung, mendengar ungkapan Suzy yang keterlaluan. Emosinya terpancing, dengan sukses tangannya mengudara di langit-langit ruangan, tamparan tak bersahabat diterima Suzy sebelum sebuah suara bass Yoon Doojoon menyela.

“Hentikan, Choi Sooyoung.” Pria itu datang dari arah pintu dengan tiga anak laki-laki mengekorinya. Yang berkupluk tampak acuh dengan memasukkan kedua tangan pada saku celana panjangnya, yang berambut blonde menundukkan kepala dengan pundak gemetar. Dasar cengeng, Suzy mencibir. Dan yang berwajah bocah langsung menghampiri Suzy dengan seulas senyum tanpa dosa.

“Kita tertangkap lagi.” Kekeh si tanpa dosa. Suzy memutar bola matanya bosan. Oke, berarti sejauh ini ia sudah delapan kali memutar bola mata.

“Korban mereka kini aman di UKS, sebaiknya kau segera menemuinya Sooyoung-ssi.” Sambung pria jangkung yang membawa tiga siswa nakal dari luar. Wanita itu segera mengambil langkah seselesainya kalimat Doojoon. “Suli. Siswi itu bername tag Choi Sulli.” Dan langkah panjang itu seketika terhenti. Choi Sooyoung menengok dan menatap Yoon Doojoon. Sesaat wanita itu juga langsung setengah berlari meninggalkan ruang penuh masalah.

***

“Choi Sulli!” Sooyoung melewati ambang pintu ruang kesehatan dengan tak sabar. “Sulli-ya!”

“Sooyoung-sam…” Sulli bersusah payah duduk di tepi ranjang dengan sisa tenaganya. Lekas Sooyoung mendekati sosok lemah itu lalu membantunya duduk dengan nyaman.

“Gwaenchanayo?” Sooyoung bertanya lembut, penuh ketulusan yang kentara. Raut cemasnya sungguh tak dapat ditutupi.

“Gwaenchana,” jawab Sulli. “Nan gwaenchana.” Ulangnya, nada meyakinkan disertai senyum tipis, namun tak cukup mampu menembus dinding kecerdasan Sooyoung. Jangan pernah berbohong pada Choi Sooyoung, karena semua cukup jelas terlihat dari sorot mata dangerak tubuh. Wanita cantik lulusan psikologi Kyunghee University itu tak cukup bodoh untuk menerima kedustaan Sulli.

“Tubuhmu dingin tapi suhu tubuhmu tinggi.” Sooyoung menempelkan punggung tangannya dengan dahi Sulli. “Berapa suhu tubuhnya?” menoleh, menanyai salah satu petugas kesehatan yang tengah merekap data pasien di meja konsultasi.

“Ah, sebelumnya empatpuluh derajat Celcius, tapi saya rasa sudah turun.” Siswi bernametag Kwon Sohyun itu mendekati sosok Sulli lalu menyelipkan termometer lagi diantara ketiaknya. “Kita tunggu saja.” ucapnya sopan, sebelum Kwon Sohyun membungkuk pelan kemudian kembali ke kesibukannya yang tertunda barusan.

“Tigapuluh sembilan derajat.” Sooyoung menggumam melihat angka yang tertera di termometer. “Istirahatlah di rumah.” Sambungnya kemudian.

Sulli menggeleng penuh. “Upacaranya…” namun ia tak sempat melanjutkan kalimatnya karena Sooyoung terlanjur menyela.

“Upacara bodoh itu sudah selesai sejak kau pingsan, sekitar dua jam yang lalu.” Melirik sekilas arlojinya kemudian beralih lagi menatap wajah pucat Sulli.

“Bilang lelah jika kau memang lelah, bilang sakit jika kau memang sakit, Sulli-ya.” Kelembutan nada tak terpungkiri mendominasi penuturan Sooyoung. Sulli memberi tatapan mengiba. “Kau tenang saja, anak-anak nakal itu sudah berada di tangan para guru. Kau aman denganku.”

Seketika sinar kelembutan Sooyoung sirna tatkala nama Bae Suzy melintas di benaknya, dengan segenap kelakuan hedonisnya. Dan juga, gengnya.

“Arraseo…” pasrah anak perempuan itu kemudian. “Tapi aku bisa pulang sendiri.” Sambungnya lemas.

Kwon Sohyun diam-diam menatap aneh keakraban Sooyoung dan Sulli yang tak lazim untuk dikatakan guru dan murid, mereka terlibat hubungan darah kah?

“Tidak, aku akan mengantarmu pulang. Lagipula jam sekolah berakhir sebentar lagi.” Sooyoung memimpin langkah, Sulli mengekorinya dengan kepala tertunduk. Ditariknya lengan Sooyoung perlahan.

“Ahjumma, aku tidak mau kau memperlakukanku seperti ini,” bisik Sulli. “Kau membedakan perlakuanmu padaku dengan pada murid lainnya, aku tak bisa mencerna itu. Aku muridmu, sama seperti mereka. Aku ingin perlakuan yang sama. Jangan pilih kasih padaku, kumohon.”

Ahjumma? Sohyun mengangkat kepalanya.

“Tiffany menitipkanmu padaku, dan Andrew jelas-jelas kakakku. Bagaimana bisa aku mengabaikanmu? Aku menyayangimu seperti mereka menyayangimu. Percayalah. Tidak apa-apa.”

Lagi-lagi, alasan yang sama diterima Sulli bulat-bulat. Sooyoung kembali menyebut nama dua orang paling berharga di hidup Sulli sebagai alasan. Tiffany Hwang dan Andrew Choi memang orangtuanya. Dan, seperti tadi pula, ia hanya dapat mengangguk lemah. Kemudian menyeret langkah keluar dari UKS bersama Sooyoung yang menggenggam erat tangannya.

Jadi, Choi Sulli adalah keponakan Choi Sooyoung?

***

“Aish, bokongku panas.” Keluh seorang anak laki-laki, rambutnya pendek dengan topi merah di kepalanya. Yang bernama Park Jimin itu lantas mengusap-ngusap bokongnya dengan ekspresi kesakitan berlebihan.

Jelas saja. Duduk kurang lebih satu setengah jam tanpa bicara dan pergerakan adalah hukuman yang baru saja ia terima beberapa saat yang lalu. Tidak sendiri sebenarnya, bersama ketiga rekannya yang lain—rekan sehidup semati. Jujur saja, hukuman itu belum seberapa dibanding hukuman-hukuman sebelumnya. Skorsing adalah yang paling parah. Namun mengingat mereka berempat malah semakin bebas menikmati masa-masa skorsingnya, para guru itu mencoret ‘skors’ dari daftar hukuman.

“Berhenti mengeluh, kau berisik.” Suzy berjalan angkuh mendahuluinya.

Jimin mencibir, “Kalau kau tidak membentak gadis itu terlalu keras kan si Doojoon sialan itu tak akan mendengarnya.”

Suzy menoleh. “Kau mau bilang ini salahku?”

“Siapa lagi?” Jimin angkat bahu, pura-pura acuh namun ia bisa merasakan aura membunuh dari Suzy. Yang berjalan di sebelahnya, Kim Taehyung si rambut blonde menyikut-nyikut lengan Jimin. Oh, bulu kuduk si penakut itu meremang seketika kala tatapan setajam duri dari Suzy mengusiknya.

“Cih, dasar gila.” Jimin memajukan bibir. Suzy memutar bola mata dan berbalik, lalu dia melangkah lebih cepat dan sosoknya menghilang di persimpangan koridor yang remang. Menyisakan bunyi tapak-tapak sepatunya yang kian mengabur. Lalu, senyap.

“Beruntung dia tidak menghajar kita. Kau tahu, bercandaanmu keterlaluan. Maksudku, kau tahu kan, Suzy itu sensitif.” Taehyung menghela nafas lega, lalu geleng-geleng kepala. Jimin acuh saja, ia bersiul-siul sembari melangkah.

“Eh, mau main kerumahku tidak?” tanya si topi merah tiba-tiba. Seketika Jimin mengukir senyum sumringah di wajahnya.

“Boleh, lagipula orangtuaku pergi. Tak ada yang menungguku di rumah.” Respon Taehyung, sama sumringahnya.

“Bagaimana denganmu?” Jimin menanyai seseorang yang berjalan pelan paling belakang. Akhirnya keberadaannya dianggap juga. Anak laki-laki yang irit kata itu menyakukan kedua tangan di sakunya, kebiasaannya. Dengan kupluk abu gelap dan tatapan super datar. Ia, si anak laki-laki anti-sosial yang jarang berbicara. Min Yoonki, namun lebih dikenal dengan nama Suga.

Yang ditanyaihanya memberi tatapan ‘apakah-kau-bertanya-padaku’ lalu Jimin mengangguk. Suga tak lagi merespon lagi, atau tak ada niat merespon. Lantas sosoknya melangkah lebih dulu, melewati pundak kedua temannya yang memandangnya bingung, dan aneh.Suga berangsur pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.

“Cih, satu lagi orang menyebalkan di grup kita.” Jimin mengerang sesaat. “Biarkan saja mereka, ayo kita bersenang-senang, ber-du-a.” Anak laki-laki bermarga Park itu mengalungkan lengannya di pundak Taehyung disertai kerlingan nakal dan nada seduktif dibuat-buat.

Taehyung bergidik dan menepis tangan Jimin. “Kau—kau tidak mengalami diorientasi seksual kan?”

“Tidak! Bodoh!”

***

Min Yoonki menyampirkan ransel di pundaknya. Melangkah pelan menyusuri gang gelap nan sempit. Mau tak mau, gang itu adalah jalan pintas menuju rumahnya. Tak jauh, hanya sekitar tiga blok dari sekolah. Mentari sudah lama terbenam di ufuk barat dan jarum jam tangannya menunjukkan pukul tujuh malam. Pulang selarut ini memang rutinitasnya. Sebodoh dengan melanggar aturan, lagipula tak ada yang memperdulikannya di rumah. Orangtuanya sibuk dengan urusannya, perusahaan, bisnis, dan sebagainya sungguh memuakkan. Suga bagai anak kasat mata, tak terlihat, tak ada yang peduli. Dan, ia pun melakukan hal yang sama pada orangtuanya. Peduli? Cih!

Tes.

Oh, sial. Kenapa dewi hujan tak bisa menunda tangisan payahnya? Suga mengutuki tetes hujan yang kian menderas. Menghantam tanah tanpa belas kasih. Bunyi kecipak langkah terburu Suga mendominasi gang itu. Tetapi… Tap. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Instingnya jalan tanpa diminta. Langkah seseorang, di belakangnya, membuntutinya. Berjalan tergesa-gesa sama sepertinya.

Suga menoleh dan biji matanya menangkap sosok anak perempuan dengan rambut basah yang dikucir satu berlari terengah-engah ke arahnya. Tidak, bukan, lebih tepatnya ke tempat berteduhnya kini. Di emperan toko yang sudah tutup.

Kang Jiyoung. Nama itu tertera jelas di nametagnya, dengan seragam Anhyun High School yang sama dengannya. Ah, gadis ini. Suga ingat betul Suzy, Jimin, dan Taehyung sering menjahilinya. Anti-sosial, pendiam, tertutup. Kurang lebih sama sepertinya. Bedanya, Jiyoung selalu memasang senyum setiap detik, berbanding terbalik dengannya.

“Kau basah.” Ujarnya, suara Suga berbaur dengan riuh hujan. Kaku.

Merasa kalimat itu ditujukan untuknya, Kang Jiyoung menoleh. Maniknya melebar namun tak lama, sepersekian detik cukup. Dan kembali Jiyoung memasang senyum robotnya.

“Yoonki-ssi.” Gumamnya, lalu tersenyum. Suaranya lembut, seperti pecahan kaca yang jatuh, namun ada kepalsuan yang tak bisa terelak. Bodoh, itu bukan itu jawaban yang kuinginkan. Menggosoki kedua tangannya kemudian. Suga dapat melihat pundak anak perempuan itu gemetar, kedinginan.

“Kau menggigil.” Simpulnya tanpa diminta. Suga melepas jaket hitamnya lalu melemparnya semena-mena pada Jiyoung. Jiyoung memberinya tatapan tanya. “Pakai itu.”

Hanya satu kata. Hanya satu kata yang diterima Suga setelah tindakan herois terlambatnya itu. ia berharap jawaban lebih namun jalan pikiran Kang Jiyoung tak singkron dengan khayalannya, dan program robot gadis itu berjalan seperti biasa. Jiyoung tersenyum.

“Khamsahamnida.”

***

A/N: hai author senior semuanya… hai reader soo-het semua, ini ff psiko pertamaku (dan featuring pertamaku juga) sama Fadhilah alias @fadhilahhus.

Salam cinta,

wufanneey

26 thoughts on “Jiyoung – Chapter 01”

  1. eon ini pairing DooJoon-Sooyoung? :3 duh aku seneng bias aku di beast (Doojoon-Kikwang) muncul disini >w< lanjut eon aku rada gangerti sih, biar jelas cepet lanjutin ya eon fighting!!!!!

  2. aku suka pairingnya dan awalmula yang keren… Tapi jujur… Disini masih agak membingungkan dan perlu dicermati baik baik…
    but all its ok ….
    Eonni ya!! Aku kangen ff mu -.- pokoknya ini harus diselesain ya 😀
    Figting!! 😀

  3. masih gak ngerti jalan cerita
    nya mungkin karna part 1
    LOL
    ditunggu part selanjut nya ,
    apalagi kalo beneran ff
    psycho yg greget dan ketjeh
    oh iya new reader disini
    bangapta

  4. Cie fanneey…
    akhirnya bikin FF Soo sama member beast. aku suka genre dan pembawaan cerita yang kalian buat.

    nextnya buruan ! Fight!

    1. muehehe, baru nyoba-nyoba genre ini sebenernya, penasaran juga sih….
      dan soal pairing sooyoung-doojoon, sebenernya ini juga agak gak tega sama sooyoungienya /digampardoojoon/

Leave a reply to jejekeysun Cancel reply